Bencana Banjir Sumatera & Panggilan Kemanusiaan
Meskipun jadwal aslinya adalah membahas buku “Fiqh Harta,” Buya Hendri Tanjung memutuskan untuk mengalihkan topik guna membahas bencana banjir bandang dahsyat yang melanda Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) pada akhir tahun 2024.
Poin-Poin Penting yang Disampaikan:
- Perspektif Spiritual (Ar-Rum: 41):
- Kerusakan di darat dan laut adalah akibat ulah tangan manusia sendiri.
- Bencana ini merupakan peringatan agar manusia bertaubat (yarji’un) dan memperbaiki perilaku terhadap alam, seperti menghentikan penggundulan hutan.
- Dampak Bencana yang Sangat Besar:
- Hingga 11 Desember, tercatat hampir 1.000 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya hilang.
- Lebih dari 157.000 rumah rusak serta ratusan sekolah, puskesmas, jembatan, dan masjid hancur.
- Buya menggambarkan kondisi di Aceh Tamiang seperti “Kota Zombie” di mana listrik padam selama berbulan-bulan, isolasi total, dan krisis kesehatan yang parah.
- Kritik terhadap Respon Pemerintah:
- Menyoroti narasi pejabat yang sempat meremehkan bencana dengan menyebutnya hanya “mencekam di media sosial”.
- Adanya isu ketidakadilan atau “Jawa-sentris” dalam penanganan bantuan yang dirasa lamban oleh masyarakat setempat.
- Panggilan Beraksi (What to Do?):
- Mengutip Surah Al-Ma’un, Buya menekankan bahwa orang yang mengaku beragama tetapi tidak membantu orang miskin atau yang membutuhkan pertolongan dianggap mendustakan agama.
- Bencana ini diibaratkan sebagai “Tsunami Kedua,” bedanya ini datang dari arah gunung (banjir bandang kayu gelondongan) bukan laut.
- Aksi Nyata Pesantren:
- Pesantren Al-I’tisham menggalang bantuan khusus untuk pesantren tahfiz di Aceh yang terisolir, yang dihuni oleh 72 santri penghafal Al-Qur’an.
- Bantuan yang disarankan berupa dana (agar lebih cepat tersalurkan) dan perlengkapan ibadah seperti sajadah, sarung, serta mukena.