Apa yang Anda bayangkan ketika mendengar kata “Dracula”?  Laki-laki bermantel hitam yang memangsa di malam hari dengan menghisab darah di leher korban? Seorang penghisab darah dengan gigi taring yang tak mengenal kata kasihan?   Kalau ya, berarti Anda adalah korban dari novel ‘Dracula’ yang ditulis oleh Bram Stoker.  Dracula yang seperti itu adalah fiktif, tidak ada di dunia, khayalan seorang novelis yang ditulis tahun 1897 M. 

Lantas, apakah dracula yang sebenarnya ada di dunia?  Jawabnya ADA.  Nama lengkapnya adalah Vlad Tsepesh III Dracula, lahir di sighisoara, Transylvania, musim dingin 1431 M.  Dracula bermakna ‘anak dari Dracul’, karena ayahnya bernama Vlad II Dracul.  Dracula bersama adiknya Radu pernah diserahkan sebagai tahanan politik kepada Sultan Murad II Kekhalifahan Turki selama 4 tahun dari 1444 hingga 1448 M.   

Tidak jelas, mengapa Dracula menjadi begitu bengis dan sadis, tetapi faktanya, dracula menyula manusia lebih dari 40 ribu orang.  Menyula adalah menusuk manusia dari dubur hingga kerongkongannya dengan kayu runcing dan menggantungnya di tengah keramaian.  Tidak ada dalam sejarah yang menyamai rekor dracula dalam menyula orang.  Bahkan dalam sebuah lukisan Markus Ayrer bertarikh 1499 M, Dracula digambarkan sedang menikmati makanan sementara di sekelilingnya darah berceceran dari orang-orang yang disulanya sendiri.  Inilah ‘mungkin’ yang mengilhami stoker untuk membuat sosok dracula sebagai ‘penghisap darah’ seperti yang kita kenal sekarang.

Pertanyaan berikutnya, apakah ada hubungan antara dracula dengan riba?   Ya, ADA.  Kalau dracula menghisap darah manusia, maka riba menghisap darah ekonomi.  Yang dimaksud dengan Darah ekonomi adalah uang.  Karena, uang harus terus berputar dalam ekonomi, perputaran uang tidak boleh  berhenti atau menumpuk di salah satu tempat saja (lihat surat Al Hasyr ayat 7). 

Sebenarnya darah dan uang sama sistem kerjanya.  Kalau darah berhenti di jantung, maka sakit jantung, kalau darah berhenti di kepala, sakit stroke. Artinya, kalau darah tidak lancar berputar dan bersirkulasi, maka penyakit akan terjadi, dan semuanya dapat menyebabkan kematian.  Begitu pula dengan uang.  Kalau uang sudah menumpuk di tangan segelintir orang saja, maka ekonomi sudah tidak sehat.  Akan terjadi kapitalisasi, yang kaya akan memakan yang miskin, monopoli sumberdaya kekayaan, dan semuanya dapat menyebabkan kematian ekonomi. 

Bagaimana maksudnya riba menghisab darah ekonomi (uang rakyat)?  Lewat mekanisme riba, maka peminjam akan dihisap uangnya lewat pengembalian yang berlipat-lipat dari jumlah uang yang dipinjamkan.  Jika tidak mampu bayar, maka peminjam akan dimiskinkan dengan menjual asset peminjam, dan akhirnya tidak perduli dengan nasib peminjam.  Inilah riba yang dipraktekkan saat ini di lembaga keuangan, baik bank maupun non bank untuk melanggengkan sikap egoisme. 

Melalui penerapan riba, akan terjadi inflasi, karena harga-harga otomatis terdorong naik, karena bunga yang dibebankan kepada peminjam, akan dihitung sebagai ongkos produksi (biaya modal).  Dengan inflasi yang lebih tinggi, maka bunga bank akan menjadi lebih tinggi lagi, karena salah satu faktor penentuan bunga bank adalah inflasi.  Bunga bank harus lebih besar dari inflasi untuk menarik orang menabung uangnya di bank.  Jika bunga bank lebih kecil dari inflasi, maka orang tidak akan tertarik untuk menabung uangnya di bank.  Siklus ini akan terus terputar.  Sampai kapan?  Sampai masyarakat tidak punya daya beli, akibatnya produk tidak laku, perusahaan berhenti produksi, PHK besar-besaran terjadi, perusahaan tidak bisa bayar hutang banknya, dan bank menjadi bangkrut.  Inilah yang kita kenal dengan resesi keuangan/ekonomi.

Bagaimana memotong siklus perputaran uang di perbankan yang ujung-ujungnya menyebabkan resesi ekonomi dan keuangan?  Jawabannya adalah memotong siklus pada simpul riba itu sendiri.  Kita hapuskan riba, ganti dengan sistem bagi hasil. 

Jika riba ini tidak dipotong, maka sampai kapanpun resesi ekonomi tidak dapat dielakkan.  Sama halnya, jika dracula tidak dipotong lehernya, maka darah manusia akan tertumpah dimana-mana.  Untuk menghentikan praktek kegilaan menghisab darah melalui tiang sula oleh penguasa sewenang wenang seperti Dracula, tiada bukan dan tiada lain adalah dengan memotong leher dracula itu sendiri.    Sama halnya dengan riba.  Untuk menghilangkan praktek gila yang memiskinkan orang banyak dan membuat resesi ekonomi, maka mau tidak mau, suka tidak suka, maka riba harus dipotong dalam siklus dunia perbankan itu sendiri. 

Tidakkah kita belajar dari Al Fateh yang memang pada tahun 1476 M berhasil memotong leher Dracula dan membawa kepalanya ke Istanbul?

Penulis : H. Hendri Tanjung, Ph.D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *