Pertemuan Nabi Khidir dan Nabi Musa diyakini merupakan pertemuan antara ilmu hakikat dengan ilmu syariat.  Al-Qur’an menceritakan ini dalam surat Al Kahfi ayat 65 sampai 82.  Dalam ayat 65, Allah berfirman “Lalu mereka berdua (Musa dan pembantunya) bertemu dengan seorang hamba  di antara hamba-hamba Kami, yang telah kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami”.  Menurut mufassir berdasarkan hadits, hamba disini adalah Nabi Khidir dan yang dimaksud dengan rahmat disini adalah wahyu dan kenabian.  Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang gaib.    Ilmu tentang yang gaib inilah yang disebut dengan ilmu hakekat, yaitu ilmu yang benar-benar akan terjadi, meskipun belum terjadi, yang langsung Allah ajarkan kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. 

Merujuk pada Alkahfi ayat 65 diatas, maka ilmu dapat dibagi kepada dua bagian besar, pertama adalah ilmu syariat, dan kedua adalah ilmu hakikat.  Ilmu syariat adalah ilmu yang ilmiah, seperti ilmu yang dipelajari sekarang di kampus-kampus atau universitas-universitas seluruh dunia.  Mencakup ilmu fisika, kimia, biologi, matematika, sosiologi, ekonomi,  dan lain-lain.  Ilmu ini adalah pengetahuan tentang cara-cara, proses, mekanisme yang mengasilkan output tertentu.  Untuk menggali ilmu ini diperlukan metode riset yang benar bagi para peneliti sebagai panduan.  Cara-cara riset atau metode riset yang salah, akan menghasilkan hasil yang salah pula. 

Sedangkan Hakikat berasal dari kata Al-Haq, yang berarti ‘yang sebenarnya’ atau ‘yang sesungguhnya’.  Jadi, ilmu hakikat adalah ilmu yang sesungguhnya, yang gaib karena belum terjadi, yang Allah ajarkan langsung kepada hamba yang dikehendaki-Nya.  Hal ini merujuk pada ilmu tentang masa depan, yang belum diketahui manusia pada umumnya.  Sebagaimana Nabi Khidir menjelaskan ketiga tindakannya yang Nabi Musa tidak sabar terhadapnya.  Pertama, tindakannya yang melobangi perahu karena nantinya akan ada raja yang merampas semua perahu (Qs Al Kahfi ayat 79).  Kedua, Alasan Nabi Khidir membunuh seorang anak muda, karena anak muda itu memiliki orang tua yang mukmin dan khawatir kalau dia memaksa kedua orangtuanya pada kesesatan dan Allah menghendaki untuk menggantinya dengan seorang anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (pada kedua ibu bapaknya), (Qs Al Kahfi ayat 80-81).     Ketiga, adapun dinding rumah  (yang hampir roboh) kemudian ditegakkannya adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang dibawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh.  Maka Allah menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Allah.  Apa yang Aku (Khidir) perbuat bukan menurut kemauanku sendiri.  Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau (Musa) tidak sabar terhadapnya” (Qs Al Kahfi ayat 82).

Ilmu hakekat adalah ilmu tentang masa depan, ilmu tentang yang gaib karena belum terlihat dan terjadi, tetapi itu benar.  Ilmu yang hanya Allah berikan kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.  Bagaimana dengan ilmu ekonomi?  Ekonomi pun terbagi pada dua bagian, yaitu ekonomi syariat dan ekonomi hakikat.

Ekonomi syariat adalah ekonomi yang cara-caranya telah digariskan oleh Allah dalam Al-Qur’an dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya telah dituangkan dalam hadits dan sunnah Rasul.  Artinya, ekonomi syariat adalah ekonomi yang sudah Allah buat sistemnya, tinggal manusia menjalankan saja.  Sistem ekonomi yang bukan berasal dari Allah, jelas bukan ekonomi syariat. 

Ekonomi hakikat adalah ekonomi yang kalau syariatnya sudah diterapkan, akan muncul kebenaran yang sesungguhnya dari janji Allah yaitu kemakmuran dan kesejahteraan ummat.  Keyakinan pada masa depan bahwa ekonomi akan makmur jika syariat diterapkan itulah yang disebut ekonomi hakikat. 

Sama halnya dengan sholat.  Hakekat sholat adalah sholat khusuk, yaitu sholat yang mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar.  Sementara syariat sholat adalah seperti yang ditunjukkan oleh Rasul, mulai dari persiapan sholat dan pelaksanaan sholat meliputi rukun dan syarat sah sholat.  Untuk mencapai sholat khusuk, maka syariat sholat harus diketahui dan diterapkan dengan benar.  Begitu juga dengan ekonomi.  Untuk mencapai ekonomi hakikat yang pasti secara hakiki (sebenar-benarnya) mensejahterakan masyarakat, maka ekonomi syariat harus dijalankan dengan benar.  Kesimpulannya, ekonomi hakikat akan tercapai jika ekonomi syariat telah diterapkan dengan benar. 

Oleh karena itu, Pekerjaan Rumah kita terbesar sekarang adalah bagaimana mempelajari ekonomi syariat dengan segala aspeknya dan kemudian menerapkan ekonomi syariat itu dalam kehidupan dengan benar.  Insya Allah kemakmuran tinggal menunggu waktu. 

—Wallahu A’lam—

Penulis : H. Hendri Tanjung, Ph.D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *