Bulan Agustus 2020 adalah bulan Istimewa, karena berkumpul dua peristiwa penting, pertama: Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 tanggal 17 Agustus dan kedua; Tahun Baru 1442 Hijriah yang jatuh pada tanggal 20 Agustus. Menangkap dua momen penting ini, Fath Institute mengadakan seminar nasional dengan tema”Hijrah dan Kemerdekaan Ekonomi” pada tanggal 21 Agustus 2020, salah seorang pembicaranya adalah penulis sendiri.
Penulis memulai pemaparan dengan menyampaikan visi Indonesia emas 2045, tepat 100 tahun Indonesia merdeka. Ada 3 hal yang disasar dalam Visi tersebut, yaitu: tidak ada kemiskinan, rendahnya kesenjangan ekonomi, dan tingkat tenaga kerja penuh (full employment level). Tentunya visi tersebut sangat mulia, dan akan membuat Indonesia sejahtera. Untuk itu, mari dilihat satu persatu persoalan di atas.
Kemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia per Maret 2020 adalah 26,42 juta jiwa atau 9,78 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Jika dibandingkan dengan Maret 2019 yang jumlahnya 25,14 juta jiwa, angka kemiskinan dalam satu tahun terakhir mengalami kenaikan sebesar 1,28 juta orang. Jika dilihat 5 tahun terakhir dari tahun 2015, angka kemiskinan di Indonesia terus menurun. Maret 2015 jumlah orang miskin sebanyak 28,59 juta jiwa, terus menurun menjadi 28,01 juta jiwa (Maret 2016), 27,77 juta jiwa (Maret 2017), 25,95 juta jiwa (Maret 2017) dan 25,14 juta jiwa (Maret 2019).
Kenaikan jumlah orang miskin satu tahun terakhir perlu mendapat perhatian. Kenapa hal itu terjadi? Padahal sampai Maret 2020, covid belum muncul. Apalagi dengan pandemi covid-19 ini, maka jumlah orang miskin di Indonesia bertambah banyak. Bappenas memprediksi jumlah orang miskin akan bertambah 2 juta orang pada tahun 2020 akibat pandemi ini.
Apapun ceritanya, kemiskinan adalah sesuatu yang mesti diperangi. Tugas negara adalah bagaimana menghidupi orang miskin tersebut agar keluar dari kemiskinannya, sebagaimana amanat Undang-undang Dasar pasal 34 ayat 1 yang mengatakan, Orang miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Mengatasi kemiskinan bukan tugas negara an-sich. Mengatasi kemiskinan juga merupakan tugas masyarakat. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah bersabda : ”Siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, di mana di antara mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan Allah Tabaraka Wata’ala terlepas dari mereka.” (HR. Imam Ahmad). Hadits ini bermakna bahwa tugas mengatasi kemiskinan bukan hanya tugas negara, namun juga tugas masyarakat.
Kesenjangan
Jika dilihat data 2016, jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin di Indonesia masih cukup tinggi. Pada Maret 2016, indeks Gini Rasio masih di angka 0,397 masih lebih tinggi dari target 0,36. Namun, indeks ini terus mengalami penurunan yang mengindikasikan kesenjangan ekonomi semakin berkurang. Jika Maret 2016, indeks gini rasio di angka 0,397, maka di September 2016 di angka 0,397, Maret 2017 di angka 0,393, September 2017 di angka 0,391, Maret 2018 di angka 0,389, September 2018 di angka 0,384, Maret 2019 di angka 0,382, September 2019 di angka 0,380 dan Maret 2020 di angka 0,381.
The Guardian, kamis 23 Februari 2017 melaporkan bahwa 4 orang terkaya Indonesia hartanya sama nilainya dengan harta 100 juta orang Indonesia. Indonesia menempati urutan ke-4 dalam hal kesenjangan ekonomi setelah Rusia, India dan Thailand. Satu persen warganya memiliki 74,5 persen kekayaan nasional di Rusia, diikuti oleh India 58,4 persen, dan Thailand 58 persen. Untuk Indonesia, satu persen warga Indonesia memiliki 49,3 persen kekayaan nasional.
Pengangguran
BPS menyatakan jumlah pengangguran di Indonesia bertambah menjadi 6,88 juta orang pada Februari 2020. Angka ini naik 60.000 orang dibanding Februari tahun 2019 sebesar 6,82 juta orang. Per Februari 2019, ada 136,18 juta jumlah angkatan kerja di Indonesia dengan perincian, 55,28 juta penduduk bekerja di sektor formal, dan 74,08 juta penduduk bekerja di sektor informal.
Meskipun demikian, tingkat pengangguran terbuka per Agustus 2019 berjumlah 5,28%, turun dari tahun sebelumnya dengan periode yang sama sebesar 5,34%. Jika dilihat dari tahun 2015, angka pengangguran ini turun terus dari angka 6,18% turun menjadi 5,61 % tahun 2016 dan 5,50% tahun 2017.
Pengangguran yang tinggi akan berdampak buruk bagi perekonomian. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya untuk menekan angka pengangguran itu. Disinilah diperlukan peran pemerintah dan masyarakat dalam mengurangi jumlah penganggur di Indonesia.
Hijrah
Hijrah sering dimaknai berpindahnya seseorang dari satu tempat ke tempat yang lain, atau dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Hijrah di dalam Islam lebih bermakna pada berpindahnya seseorang dari satu keadaan kepada keadaan lain yang lebih baik. Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Medinah untuk mendapatkan keadaan dan lingkungan yang lebih baik dalam berdakwah. Di Medinah, kaum Anshar tidak hanya menerima Rasulullah dan kaum Muhajirin lainnya, tetapi juga menerimanya sebagai saudara. Persaudaraan yang diikat dengan Keimanan. Pada level ini, maka apapun dikurbankan oleh kaum Anshar untuk kaum Muhajirin. Ada yang memberikan tempat tinggalnya untuk kaum Muhajirin, dan ada pula yang memberikan hartanya. Pendeknya, persaudaraan yang diciptakan oleh kaum Muhajirin dan Anshar adalah persaudaraan yang hakiki, persaudaraan yang lebih erat dari hubungan kerabat. Persaudaraan yang tidak dipisahkan oleh warna kulit dan suku. Itulah persaudaraan seiman.
Hijrahnya Rasulullah ke Madinah, tidak hanya membawa angin segar bagi dunia dakwah, tapi juga angin segar bagi dunia ekonomi. Rasulullah mendirikan pasar berbasis wakaf pertama di Madinah. Peraturan pasar dibuat seefisien dan seefektif mungkin. Tidak ada pungutan terhadap setiap pedagang yang ingin berdagang di pasar itu. Berbeda dengan pasar Yahudi yang sudah lebih dahulu ada, mereka melakukan pungutan yang besar bagi pedagang yang datang. Akibatnya, harga jual barang di pasar muslim lebih murah daripada pasar kaum Yahudi. Hijrahnya Rasulullah ke Madinah ternyata hijrah menuju ekonomi yang lebih baik, dengan mengganti sistem ekonomi Yahudi kepada ekonomi Islami.
Begitupun dengan kondisi hijrah tahun ini, semangat hijrah 1442 tahun yang lalu mestinya menggelora di setiap masyarakat Indonesia. Hijrah menuju ekonomi yang lebih baik. Hijrah menuju kemerdekaan ekonomi. Ekonomi yang merdeka dari tekanan asing. Ekonomi yang mandiri dan bermartabat. Ekonomi yang bisa dinikmati oleh semua rakyat Indonesia. Oleh karena itu, harus ada upaya untuk mengurangi kemiskinan, kesenjangan, dan pengangguran. Untuk memerangi kemiskinan diperlukan pemberdayaan. Untuk memerangi kesenjangan, diperlukan pemerataan. Untuk mengurangi pegangguran diperlukan pertumbuhan ekonomi. Uniknya, Islam sudah membuat instrumen untuk melakukan ke 3 hal itu sekaligus: pemberdayaan, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, yaitu Zakat Infaq sedekah dan Wakaf (ZISWAF).
Zakat akan mendorong daya beli masyarakat sehingga konsumsi meningkat dan akhirnya pertumbuhan ekonomi meningkat. Infaq dan sedekah akan mendorong konsumsi dan investasi sehingga pemberdayaan ekonomi juga meningkat. Di sisi lain, pemerataan juga terjadi. Wakaf akan mendorong investasi sehingga pemberdayaan, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi meningkat. Syaratnya satu, jangan investasi yang berbau riba.
Indonesia emas yang dicita-citakan hanya tinggal 25 tahun lagi. Masih ada waktu satu generasi lagi. Masih ada waktu 5 pemilihan umum lagi untuk mengejar ketertinggalan ini. Mari susun rencana untuk mencapai Indonesia emas ini dengan rapi. Oleh karena itu, salah satu upaya hijrah menuju kemerdekaan ekonomi adalah tinggalkan riba dan suburkan sedekah. Tidak percaya? Lihat Al-qur’an surat Al Baqarah ayat 276.
Penulis : Hendri Tanjung, Ph.D
Diterbitkan : Majalah peluang
Bismillah. Semoga Indonesia emas tercapai. Kadang yang bikin miris itu seolah-olah ada pihak-pihak yang memang sengaja memelihara kemiskinan dan kebodohan sebagian rakyat Indonesia. Sebab dengan miskin, suaranya bisa dibeli. Dengan bodoh, suaranya bisa lebih murah lagi untuk dibeli.
Semoga Allah lindungi Indonesia ini dari pihak-pihak seperti itu.