Dalam peluncuran Waqf Core Principles (WCP) 14 Oktober 2018 di Nusa Dua Bali, Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Muhammad Nuh mengatakan bahwa BWI memiliki tugas yang strategis, yaitu mensinergikan lembaga-lembaga keuangan Islam di Indonesia dengan wakaf agar dapat memberikan kontribusi dan kehormatan bagi bangsa. Beliau memberikan permisalan, pekerjaan BWI adalah menjahit potongan-potongan baju sehingga menjadi baju yang dapat menutup aurat. Aurat itu adalah kehormatan. Kehormatan yang dimaksud adalah kehormatan bangsa dan kehormatan ummat. Artinya, wakaf yang potensinya sangat besar ini akan dapat memberikan kehormatan bangsa jika dikelola dan disinergikan dengan Bank-bank Syariah, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan lain-lain. Disinilah pentingnya keberadaan WCP ini.
WCP adalah standar pengelolaan wakaf dunia yang diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI), untuk memperkuat manajemen waqaf di Indonesia khususnya dan di dunia umumnya. Peran BI sebagai AIR (Akseleraor, Inisiator dan Regulator) patut mendapat acungan jempol. Tidak heran jika BI mendapat penghargaan sebagai Bank Sentral terbaik 2018 versi Global Islamic Finance Award (GIFA). Penghargaan diberikan pada acara 8th GIFA Award 2018 tanggal 29 September 2018 di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina. Salah satu alasannya adalah inisiatif BI terhadap Zakat Core Principles (ZCP) dan Waqf Core Principles (WCP). ZCP telah lebih dahulu dilaunching di Istanbul, Mei 2016 yang lalu.
WCP adalah inisiatif bersama antara BWI, BI dan International Research of Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IsDB). WCP diformulasikan untuk dua tujuan, yaitu: pertama, untuk memberikan deskripsi ringkas tentang posisi dan peran manajemen dan sistem pengawasan wakaf dalam program pengembangan ekonomi. Kedua, untuk memberikan satu metodologi yang memuat prinsip-prinsip inti dari manajemen dan sistem pengawasan wakaf.
Adapun metode yang digunakan adalah studi perbandingan antara peraturan-peraturan keuangan yang saat ini sudah terbentuk dengan baik seperti peraturan perbankan dan peraturan asuransi, dengan sifat-sifat dasar dari manajemen wakaf. Analisis yang dilakukan dalam dokumen WCP ini adalah melihat dan menilai relevansi elemen-elemen peraturan kontemporer untuk dijadikan manajemen dan peraturan pengawasan wakaf. Pokok-pokok aturan yang bertentangan dengan konsep wakaf, diidentifikasi dan dipisahkan, sementara pokok-pokok yang relevan, diusulkan untuk dibuat menjadi prinsip manajemen dan pengawasan wakaf. Berdasarkan sejarah manajemen wakaf, dokumen WCP ini juga dapat menawarkan unsur-unsur peraturan baru untuk manajemen dan peraturan pengawasan wakaf.
Dalam WCP ini, ada 29 butir prinsip wakaf yang bisa menjadi panduan dalam pengelolaan (manajemen) wakaf secara baik. Salah satu yang paling jelas dalam core principle itu adalah masalah legalitas, seperti dijelaskan oleh Deputi Gubernur BI, Dody Waluyo. Bahkan dalam presentasinya pada acara High Level Discussion (HLD) peluncuran WCP ini di Nusa Dua Bali tersebut, beliau mengatakan salah satu Key Succes Factor dalam mengembangkan wakaf adalah Manajemen Waqaf. Dimana, harus ada independent body yang mengurus wakaf ini. Di sinilah BWI memiliki peran penting, bagaimana BWI sebagai independent body mampu mewujudkan tata kelola manajemen waqaf dan pengawasan waqaf yang baik.
Ada lima area inti dari WCP yaitu: legal foundations, waqf supervision, good nazir governance, risk management, dan sharia governance. Sementara itu, ada 29 butir prinsip pengelolaan wakaf yang terbagi dalam dua kategori, yaitu: pertama, supervisory powers, responsibilities and functions, dan kategori kedua, prudential regulations and requirements. Untuk kategori pertama, terdapat 12 butir pengelolaan wakaf, yaitu: Responsibilities, objectives, powers, independence, accountability and collaboration sebagai butir pertama. Butir kedua sampai butir ke 12, berturut-turut adalah: aset classes, permissible activities, licencing criteria, transfer of waqf management, takeover of waqf institution & assets, waqf supervisory approach, waqf supervisory technique & tools, waqf supervisory reporting, corrective & sanctioning powers of waqf supervisors, consolidated supervision, and home-host relationship.
Untuk kategori prudential regulations and requirements, terdapat 17 butir pengelolaan wakaf (butir ke 13 sampai 29), yaitu: good nazir governance, risk management, collection management, counterparty risk, disbursement management, problem waqf aset (provisions & reserves), transactions with related parties, country & transfer risks, market risk, reputation & waqf aset loss risk, revenue/profit-loss sharing risk, disbursement risk, operational risk & sharia complaint, sharia complaince & internal audit, finansial reporting & external audit, disclosure and transparency, serta abuse of waqf services.
Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) BI, Dadang Muljawan menyatakan, “Dalam perspektif sistemik, keberadaan WCP akan mendorong terjadinya mutual recognition antara otoritas yang pada akhirnya akan mendorong pengembangan sektor wakaf secara lebih progresif. Sektor wakaf yang merupakan bagian dari sektor keuangan sosial syariah, keberadaannya sangat tergantung pada public confidence. Peluncuran Cash Waqaf Linked Sukuk menunjukkan bahwa dengan dukungan governance dan lembaga kunci di dalam sistem perekonomian nasional, mobilisasi dan utilisasi dana sosial tersebut bisa mendapatkan dukungan masyarakat secara luas dan mempercepat pengembangan peran Islamic sosial finance sebagai pilar pendukung kemajuan ekonomi nasional”.
Salah satu unsur penting dalam menciptakan operasionalisasi wakaf yang efisien dan prudent adalah terciptanya good nazir governance. Dalam hal manajemen wakaf, setidaknya ada tiga elemen dasar yang harus dikembangkan, yaitu manajemen risiko, audit dan bisnis. Sehingga kemampuan bisnis para nazir mendapat sorotan dalam WCP ini. Oleh karena itu, diperlukan sertifikasi nazir yang profesional, yang memiliki kemampuan dalam mengembangkan bisnis investasi aset wakaf tersebut.
Nazir dapat mengambil bagian dari hasil bersih pengelolaan wakaf, yang kemudian menjadi hak nazir. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Umar, Rasulullah SAW bersabda:
“… Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang mengurus wakaf, makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta”. (HR, Muslim)
Jika hasil tersebut tidak cukup untuk membiayai kegiatan kenaziran, maka dapat diambil dari dana selain wakaf, yaitu Infaq dan sedekah.
Begitu lengkapnya standar pengelolaan wakaf ini, diharapkan ke depannya, perwakafan di Indonesia khususnya dan dunia umumnya dapat maju. Tetapi, diperlukan tahapan menuju itu. Mr Danbatta dari Islamic Financial Service Board (IFSB) mengatakan bahwa standar tetaplah standar, yang terpenting, bagaimana mengimplementasikan standar itu. Oleh karena itu, BWI selaku badan independen yang diangkat dengan SK Presiden, dibantu BWI provinsi dan BWI kabupaten/kota, memiliki peran penting untuk mengimplementasikan wakaf dengan cara mensosialisasikan WCP ini ke para nazhir, dan memberikan pelatihan kompetensi nazhir dalam menerapkan WCP ini.
Acara launching WCP di hari terakhir pertemuan tahunan IMF dan World Bank tersebut, ditutup oleh Humayon Dar, Direktur Jenderal IRTI dengan mengatakan “I am delighted to note that the launching of these core principles is another milestone for IRTI in its strides towards facilitating the development of Islamic social finance. This is a sector with huge prospects especially for IsDB member countries, and IRTI would be happy to continue to work with our partners to optimally harness the potentials of the sector”.
Penulis adalah anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Ketua Pengawas Syariah Kopsyah Benteng Mikro Indonesia.
Penulis : Hendri Tanjung, Ph.D
Diterbitkan : Majalah peluang
Subhaanalloh bp.Hendri Tanjung begitu berhati mulia,teruslah dlm syukur kpd Alloh,amg setiap upaya bp mnjadi berkah dunia akhirat,menjdi pilah utk membangun mentalitas moral anak”bangsa dimasa depan yg lbh baik,atas nama bangsa sy ucapkan jazakalloh khoiron jaza.