Salah satu afirmasi dilakukan oleh Pemerintah untuk pemberdayaan koperasi adalah dengan diizinkannya Koperasi Syariah (Kopsyah) mengelola zakat, infaq/sedekah dan wakaf (Ziswaf). Ketentuan tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (Permenkop) No 16/Per/M.UKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi,
Dalam pasal 1 ayat 2 Permenkop tersebut disebutkan : Koperasi simpan pinjam dan pembiayaan Syariah selanjutnya dalam peraturan ini disebut KSPPS adalah koperasi yang kegiatan usahanya meliputi simpanan, pinjaman dan pembiayaan sesuai prinsip Syariah, termasuk mengelola zakat, infaq/sedekah dan wakaf.
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah (Pasal 1 ayat 1 UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf). Jadi, kepentingan wakaf bukan hanya untuk keperluan ibadah, tetapi untuk kesejahteraan umum.
Sebagaimana diketahui bahwa koperasi Syariah memiliki dua fungsi, yaitu ekonomi dan juga sosial. Fungsi sosialnya dijalankan oleh Baitul maalnya. Pada pasal 27 Permenkop tersebut ditegaskan bahwa kegiatan maal dilakukan melalui penghimpunan dan pengelolaan dana zakat, infaq, sedekah dan wakaf, dan dana sosial lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip Syariah.
Di beberapa koperasi, kegiatan maal ini dipimpin oleh seorang manajer yang mengurus Ziswaf, karena demikian pentingnya Ziswaf ini untuk memberdayakan para anggota koperasi. Koperasi Syariah BMI adalah satu dari koperasi yang sudah mengelola Ziswaf.
Kopsyah BMI mempunyai lahan sawah wakaf dengan luasan sawah produktif seluas 10 Ha di Kabupaten Tangerang. Dana untuk membeli sawah ini dikumpulkan dari wakaf para anggota. Kopsyah BMI menghimbau anggotanya untuk berwakaf dua ribu rupiah perminggu. Dari hasil wakaf yang terkumpul sudah dapat membeli lahan sawah seluas 10 ha yang menjadi sawah wakaf. Sawah wakaf tersebut digarap oleh para anggota koperasi dengan sistem bagi hasil. Hasil sawah itu kemudian sebagian disedekahkan, sebagian di kembalikan ke dana wakaf dan sebagian untuk nazhir.
Rata-rata produktivitas sawah di wilayah Kabupaten Tangerang adalah 3 Ton/Ha. Dengan luasan 10 Ha, diperoleh total produktivitas padi sawah sebanyak 30 ton Gabah Kering Panen (GKP) per musim. Sawah tersebut dikelola oleh petani dengan menggunakan sistem bagi hasil dengan porsi 35:65, yaitu 35 persen untuk koperasi dan 65 persen untuk petani.
Bagi hasil yang merupakan hak koperasi sebagai nazhir adalah 10,5 ton (35 persen dari 30 ton) Gabah Kering Panen (GKP). Hasil yang berjumlah 10,5 ton GKP tersebut akan di bagikan sesuai porsi yaitu : 50 persen di sedekahkan ke penerima manfaat wakaf (mauquf alaihi), 40 persen di kembalikan ke dana wakaf, dan 10 persen untuk Nazhir yang merupakan haknya. Dalam UU No 41 Tahun 2004 tentang wakaf, disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pemberdayaan
Kopsyah BMI melakukan fungsi sosialnya dengan kegiatan pemberdayaan para anggota. Sebagian anggota berprofesi sebagai peternak itik petelur. Persoalan para peternak itik petelur ini adalah mahalnya harga pakan yaitu limbah giling padi (dedak). Harga dedak dari pabrik giling beras skala besar mencapai Rp.3.000/kg. Dengan harga pakan yang mahal ini, maka peternak itik petelur mendapatkan keuntungan yang sedikit. Jika harga pakan bisa ditekan lebih murah, maka keuntungan para peternak itik petelur ini akan semakin tinggi, sehingga memotivasi mereka untuk terus mengembangkan usaha ternaknya. Pertanyaannya, apa solusi yang dapat dilakukan koperasi untuk mendapatkan harga dedak yang lebih murah?
Solusinya adalah menciptakan pertanian terpadu antara tanaman padi sawah dengan peternakan itik petelur. Hal ini disebabkan pakan itik petelur konsentrat berasal dari limbah giling padi (dedak) sebagai sumber karbohidrat untuk meningkatkan produksi telur. Caranya, dengan menggunakan mesin giling padi skala mikro atau skala rumah tangga.
Hasil padi kering giling yang diproduksi untuk dijadikan beras dengan menggunakan mesin giling padi skala mikro, akan menghasilkan dedak untuk pakan ternak itik petelur. Hasil limbah giling padi (dedak) sekitar 30 – 35% dari Gabah Kering Giling (GKG). Dengan hasil sawah wakaf 10,5 ton Gabah Kering Panen (GKP) akan menghasilkan 8,9 ton Gabah Kering Giling (GKG) karena akan mengalami penyusutan sebanyak 15%. Dengan demikian, akan diperoleh limbah giling padi sebanyak 3,1 ton dedak.
Harga dedak jika dari pabrik giling beras skala besar mencapai Rp.3.000/kg, sedangkan harga dedak menggunakan mesin skala rumah tangga hanya Rp.1.500 per kg. Akibatnya, peternak bisa mendapatkan harga dedak yang lebih murah untuk mendukung produksi telur.
Penggunaan dedak untuk 100 ekor itik perhari sebanyak 15 kg. Jika peternak membeli dedak di pabrik beras besar, maka peternak harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.45.000/hari ditambah dengan pakan hewani (siput sawah atau kepala udang) untuk perangsang telur. Namun, jika peternak membeli dedak di penggilingan padi skala rumah tangga, maka peternak hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp.22.500/hari. Artinya, terjadi penghematan setengahnya.
Produktivitas telor dari 100 ekor itik petelur menghasilkan rata-rata 60% atau 60 butir per hari. Dengan harga jual perbutir Rp.1.500, maka pendapatan petani perhari sebesar Rp.67.500 perhari (Rp.90.000 penjualan dikurangi Rp.22.500 pakan). Dalam 25 hari (satu bulan), petani bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp.1.687.500, lebih besar dibandingkan jika pakan dari pabrik (Rp.1.125.000/bulan). Petani bisa mendapatkan penghasilan dari hasil giling padi yang menghasilkan limbah padi (dedak) untuk pakan ternak, dan peternak bisa mendapatkan harga lebih murah di bandingkan dengan pakan dari pabrik beras. Artinya, dua keuntungan dapat diraih sekaligus. Inilah pertanian terpadu yang dilakukan oleh manajer pemberdayaan di Kopsyah BMI.
Pemberdayaan anggota di koperasi merupakan suatu keniscayaan. Pemberdayaan didefinisikan sebagai Enabling, Empowering dan Protecting. Enabling adalah menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang.
Empowering adalah memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat melalui langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai input dan pembukaan dalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat semakin berdaya. Misal: akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi (modal, teknologi, informasi, lapangan keja, pasar).
Protecting adalah melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Titik fokusnya adalah aspek lokalitas, karena masyarakat akan merasa lebih siap diberdayakan lewat isu-isu lokal.
Koperasi yang dikatakan Bung Hatta adalah koperasi yang mengasuh anggotanya. Dalam bukunya,‘Gerakan Koperasi dan Perekonomian Rakyat’ Bung Hatta mengatakan “Dalam mengasuh anggota koperasi selalu diutamakan cinta kepada masyarakat, yang kepentingannya harus didahulukan dari kepentingan diri sendiri”. Inilah keindahan koperasi, yang mengutamakan cinta. Bukankah cinta itu membuat hidup lebih hidup?
Penulis : H Hendri Tanjung,Ph.D
Diterbitkan : Majalah Peluang