Saat ini, kebijakan moneter sudah diterima secara luas mempunyai peranan dominan dalam mengontrol aggregate demand dan inflasi.   Secara garis besar, kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan jumlah uang beredar, tingkat suku bunga dan nilai tukar.  Jumlah uang beredar dalam ekonomi diatur oleh instrument suku bunga dalam ekonomi modern.  Jumlah uang beredar dikontrol oleh bank sentral melalui instrument kebijakan discount rate , yaitu suku bunga.  Ketika terjadi inflasi, bank sentral meningkatkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, agar sedikit uang mengalir ke bank komersil, dan sedikit uang mengalir ke dalam ekonomi, sehingga menurunkan Jumlah uang beredar. 

Dalam ekonomi Islam, tidak ada system bunga.  Sehingga dalam ekonomi islam, bank sentral tidak dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut.  Bank sentral Islam memerlukan instrument yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan moneter dalam ekonomi islam. 

Pertanyaannya adalah, apakah bank sentral  pada sistem ekonomi islam memiliki instrument untuk mengontrol kebijakan moneter?  Jawabnya adalah YA.  Terdapat beberapa instrument bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan jumlah uang beredar.  Penghapusan system bunga tidak menghambat bank untuk mengontrol Jumlah uang beredar dalam ekonomi. 

INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER ISLAMI

Secara mendasar, terdapat beberapa instrument kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, yaitu: Reserve Ratio, Moral suasion, Lending ratio, Refinance Ratio, Profit Sharing Ratio, Islamic sukuk, dan GIC:Government Investment Certificate.  Dua dari instrument ini yaitu Reserve Ratio dan Moral suasion juga digunakan BANK sentral dengan system konvensional. 

1. Reserve Ratio.  Reserve Ratio adalah suatu persentase dari simpanan bank komersial yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 persen.  Hal ini berarti jika bank komersial menerima 100 milyar sebagai dana tabungan, maka harus ditransfer ke bank sentral sebanyak 5 milyar rupiah sebagai reserve (cadangan).  Sehingga bank komersial hanya memegang 95 persen dari seluruh dana tabungan nasabah.  Dengan jumlah 95 persen ini, bank komersial dapat memberikan kredit kepada investor.  Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, maka bank sentral akan menaikkan reserve ratio , misalnya dari 5 persen menjadi 20 persen.  Dampaknya adalah sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit dan kapasitas untuk memberikan kredit menjadi lebih kecil dan jumlah uang beredar menjadi lebih sedikit.

2. Moral Suassion.  Bank sentral dapat membujuk bank komersial untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka, ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi.  Sebagaimana diketahui bersama, kredit sangat dibutuhkan pada masa depresi, agar uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.  Hal ini dapat dilakukan bank sentral dengan mengirim surat kepada bank komersil.  Dengan meningkatkan kredit, maka uang akan mengalir ke tangan masyarakat dan daya beli masyarakat akan meningkat, total permintaan akan meningkat, pada akhirnya keuntungan akan meningkat. 

3. Lending Ratio.  Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Meminjamkan (Lending).  Lending tidak dikenal dalam ekonomi Islam.  Lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul hasan  (pinjaman kebajikan).  Bank komersil menerima satu deposit yang disebut Amanah deposit.  Amanah deposit adalah account pada bank komersil yang tidak ada tambahan apapun terhadap deposit itu.  Bank sentral dapat meminta bank komersil untuk mengalokasikan sejumlah persentase tertentu (misalnya 30 atau 40 persen) dari Amanah deposit untuk diberikan kepada masyarakat miskin melalui skim qardhul hasan.  Kapanpun ada kebutuhan untuk meningkatkan jumlah uang beredar, bank sentral dapat meningkatkan lending ratio agar bank komersil memberikan lebih banyak qardhul hasan kepada masyarakat.  Akibatnya lebih banyak uang yang mengalir ke tangan masyarakat. 

4. Refinance Ratio.  Refinance ratio sangat berarti pada bank komersil dalam ekonomi Islam, dimana mereka memberi pinjaman kepada masyarakat untuk kebutuhan ekonomi.  Di Pakistan, sebagian besar sektor ekspor dibiayai dengan skim refinance ini.  Bank sentral memberikan perintah kepada bank komersil  (misalnya: Habib Bank) untuk mengalokasikan sejumlah uang untuk membiayai sektor ekspor dengan basis bebas bunga.  Refinance ratio adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga yang diberikan bank komersil kepada nasabah, yang kemudian dibayarkan kembali oleh bank sentral.  Refinance dalam kasus ini bermakna sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga dari bank komersil yang di bayar kembali oleh bank sentral.  Ketika Refinance ratio meningkat, bank sentral mendorong dan memberikan pembiayaan yang lebih banyak kepada sektor swasta.   

5. Profit Sharing Ratio.  Rasio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis.  Begitu profit sharing ratio ditetapkan, maka tidak dapat diubah-ubah lagi.  Profit sharing ratio= Brp + drp.  Brp adalah ratio keuntungan untuk Bank dan drp adalah rasio keuntungan untuk nasabah penabung (depositors).  Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrument moneter.  Ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, drp akan ditingkatkan, sehingga akan lebih banyak uang mengalir ke dalam bank dari nasabah penabung.  Hal ini menjadi daya tarik bagi penabung untuk menyimpan uangnya lebih banyak lagi di bank dalam bentuk tabungan mudharabah.  Akibatnya, bank komersil mempunyai kapasitas untuk memberikan lebih banyak pembiayaan kepada investor yang pada akhirnya meningkatkan volume investasi di dalam ekonomi. 

6. Sukuk.  Sukuk adalah obligasi pemerintah dimana ada property yang mengikuti sukuk tersebut.  Pada akhir tahun, pendapatan didistribusikan kepada pemegang sukuk.  Distribusi pendapatan dapat juga dilakukan dengan basis bulanan atau tiga bulanan.  Di Pakistan, Pemerintah mengeluarkan sukuk untuk membangun jalan tol dari kota Lahore ke kota Rahwalpindi berjarak kurang lebih 400 km.  Sukuk pun dapat dijadikan instrument kebijakan moneter.  Ketika inflasi, pemerintah mengeluarkan sukuk lebih banyak, sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. 

7. GIC:Government Investment Certificate.  GIC adalah suatu sertifikat yang tidak ada komitmen untuk memberikan tambahan apapun ketika nanti akan dikembalikan (Qardhul Hasan).  Tetapi pada akhir tahun, pemerintah akan memberikan sedikit tambahan yang jumlahnya terserah pemerintah (semacam hadiah atau hibah).  Kapanpun bank sentral ingin menurunkan jumlah uang beredar, sertifikat tersebut akan dijual kepada bank komersil, dan uang akan mengalir ke bank sentral dan menurunkan kemampuan penciptaan kredit pada bank komersil.  Ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, sertifikat tersebut akan dibeli kembali dari bank komersil, dan uang akan mengalir ke bank komersil dan meningkatkan kemampuan penciptaan kredit pada bank komersil.  Wallahu A’lam.

Penulis : Dr. Hendri Tanjung, Ph.D

Anggota komite Pengembangan Moneter MES Pusat

Sumber : Jurnal Ekonomi Islam Iqtishodia, Republika, Kamis, 27 Juni 2013.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *