Meski berisiko kecil, harganya terus naik, dan dapat menekan inflasi, namun tidak ada salahnya Anda berhati-hati ketika hendak berinvestasi emas agar tidak terjebak dalam investasi bodong!
Dunia bisnis Indonesia akhir-akhir ini dikejutkan oleh investasi bodong emas berkedok syariah. Adalah PT. Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) yang berpusat di Mega Kemayoran menjalankan praktek tipu-tipu ini. Dengan kedok investasi emas, mereka menipu para nasabah. Direktur Utamanya kabur setelah membawa sejumlah uang dengan jumlah yang cukup besar.
GTIS merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang menawarkan skema investasi berbalut emas batangan sejak tahun 2009. Jaringan kantor cabangnya ada di beberapa kota seperti Jakarta, Medan, Surabaya dan Bangka- Belitung.
Mekanisme bisnis GTIS adalah menjual emas dengan harga 20-25 persen diatas harga pasaran. Misalnya, harga emas Rp 500.000,- per gram dijual dengan harga Rp. 600.000,- per gram. Nasabah mendapat dua kompensasi untuk kelebihan harga itu. Pertama, nasabah dapat diskon harga 2,5% perbulan dari harga beli emas. Kedua, pada akhir periode kontrak, nasabah dapat jaminan pembelian kembali emas sebesar harga belinya. Selisih harga emas itulah yang menyebabkan perusahaan sejenis ini tidak dapat dikategorikan sebagai perusahaan penjual emas, tapi masuk dalam kategori perusahaan yang menjual produk investasi.
Maraknya penipuan investasi emas oleh swasta menyebabkan beberapa negara membuat regulasi tentang investasi emas ini. Diantara negara tersebut adalah China, Amerika Serikat, India, Malaysia dan Singapura. China telah melarang penjualan produk investasi emas oleh swasta dari tahun 1949, dan baru sejak tahun 2002 diizinkan secara bertahap dengan aturan yang ketat. Amerika Serikat telah melarang semua produk investasi emas dalam bentuk produk derivatif emas dan perak kepada investor ritel. Bank sentral India juga membuat regulasi tentang hal yang sama. Otoritas Malaysia dan Singapura memasukkannya ke dalam yurisdiksi mereka sebagai kegiatan ‘Shadow Banking’.
Sebenarnya, bagi Anda yang ingin investasi, tentunya harus hati-hati dengan tipu-tipu investasi emas. Sebenarnya, seberapa menariknya investasi emas itu? dan bagaimana praktek investasi emas perusahaan yang menamakan dirinya perusahaan investasi emas sekarang ini?.
Menariknya Investasi Emas
1. Harga Emas Terus Naik
Dr. Martin Murenbeeld Cief Economist dari Dundee Wealth Economics Canada, mengatakan ada 9 faktor yang membuat harga emas terus naik. Empat diantara sembilan faktor itu adalah: Gold is not buble, Mine Supply is flat, Investment demand, dan Geopolitical Environment.
Gold is not a buble bermakna bahwa emas bukan barang yang bisa digelembungkan, karena emas memiliki nilai instrinsik yang pasti. Mine supply is flat bermakna bahwa Galian atau sumber tambang emas cenderung flat (tumbuh 1,25% pertahun), tidak naik secara drastis mengimbangi kenaikan permintaan, konsekuensinya, harga emas akan terus naik. Investment demand bermakna bahwa orang khawatir dengan jenis investasi lain, selain investasi emas, karena sejarah menunjukkan bahwa investasi selain emas membuahkan kebangkrutan. Lihatlah krisis-krisis yang terjadi, yang menghabiskan investasi para investor. Geopolitical Environement bermakna bahwa pada saat terjadinya gejolak politik, harga emas tetap tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa harga emas tidak dipengaruhi oleh peristiwa geopolitik dan lingkungan.
2. Resiko Kecil
Sapriyani dari UPN Veteran Yogyakarta pada tahun 2012 meneliti resiko yang terjadi di investasi saham dibandingkan dengan investasi emas. Dalam penelitiannya dengan menggunakan data return investasi saham dan return investasi emas dari tahun 2008-2011, diperoleh hasil bahwa investasi emas lebih memiliki resiko yang lebih kecil (11,49%), dibandingkan dengan investasi saham (16,04%). Artinya, investasi emas lebih aman daripada investasi saham. Ini menunjukkan bahwa investasi emas merupakan sesuatu yang menarik.
3. Menekan Inflasi
Worthington dan Pahlavani dari Faculty of Business-Accounting and Finance, University of Wollongong, Australia, meneliti hubungan antara emas dengan inflasi. Mereka berdua menguji hubungan jangka panjang antara harga emas bulanan dengan inflasi di Amerika dari tahun 1945 sampai tahun 2006 dan dari tahun 1973 hingga tahun 2006. Hasilnya, terdapat cointegration antara harga emas dan inflasi pada era pasca perang dunia ke 2, maupun di era awal-awal tahun 70an. Hal ini berkesimpulan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, investasi emas merupakan suatu yang efektif untuk melindungi inflasi.
Praktek Investasi Emas dan Potensi Penyimpangannya
Praktek yang dilakukan oleh perusahaan investasi emas seperti GTIS adalah sebagai berikut: sebagai contoh, seorang investor membeli emas seberat 1 kg dengan harga 500 juta rupiah. Maka pihak GTIS hanya menyerahkan selembar sertifikat bertuliskan bahwa sang investor telah membeli emas sebesar 500 juta rupiah dengan berat emas 1 kg. Nah, pada pembeli/investor lain, GTIS menjual emas yang sama, seharga 500 juta rupiah. Begitu seterusnya, jika ada pembeli lain, maka GTIS akan menjual emasnya, padahal emas yang dijual, yang itu-itu juga. Jika suatu saat para pembeli tadi meminta emasnya, maka dapat dipastikan, para pembeli tadi akan tertipu, karena sebenarnya emasnya tidak ada.
Potensi penyimpangan yang pertama adalah penipuan kuantitas. Seolah-olah perusahaan GTIS telah menjual 1000 kg emas kepada 1000 orang pembeli, tetapi sesungguhnya, GTIS hanya menjual 1 kg emas kepada 1000 pembeli tersebut. Praktek ini tentu saja akan membuat pihak perusahaan tergiur membawa kabur uang para pembeli tadi, sebelum periode akhir kontrak, dimana para pembeli mendapat jaminan pembelian kembali emas seharga yang mereka beli.
Potensi penyimpangan kedua, adalah tidak menepati janji untuk membeli kembali. Apa yang dilakukan oleh GTIS ini, sebenarnya merupakan praktek dari bai’ bil wafa’, dimana pihak GTIS menjanjikan pembelian kembali emas yang sudah dibeli oleh investor seharga yang sudah mereka beli. Bai’ bil wafa termasuk akad yang tidak diperbolehkan.
Bai’ bil wafa merupakan transaksi dimana seseorang yang membutuhkan uang, menjual suatu barang kepada pembeli, dengan syarat kapan saja si penjual mau, maka si pembeli tadi harus mengembalikan barang yang dibeli kepadanya dengan harga pembelian semula. Alasan menggolongkannya sebagai wafa’ adalah karena janji (dari si penjual) untuk mengambil barang yang dibeli dari si pembeli dengan menyerahkan kembali harga pembelian semula. Pembeli dalam hal ini adalah pemberi piutang yang mendapat manfaat dari barang yang ada di tangannya sebagai jaminan hingga orang yang berhutang membayar hutangnya dan dia mengembalikan barang si penghutang ini.
Ulama Fiqh pada umumnya menganggap bai’ bil wafa sebagai jual-beli gadai. ‘Alamah bin Abidin telah membahasnya secara rinci sifat dan status transaksi ini dalam kitabnya Radd al-Mukhtar, vol. 4, hal. 341. Beliau menulis: “Bai’ bil wafa dalam sifat dan substansinya adalah Rahn (pegadaian). ‘Allamah khayruddin Ramli dalam Fatawah Khairiyyah mengklaim bahwa mayoritas ulama mengatakan bai’ bil wafa adalah suatu bentuk dari pegadaian. Hal ini bersandar pada hukum yang sama yang diterapkan pada kontrak gadai. Walaupun bentuk transaksi ini secara luas dipraktikkan oleh masyarakat, namun transaksi ini membawa banyak mudharat. Itu hanya suatu bentuk tipuan hukum (hilah) untuk menghindari riba. Transaksi ini tidak membuat pembeli memiliki barang yang telah dia beli, ataupun mendapat manfaat dari barang gadai tersebut. Jadi, jika orang membeli kebun melalui bai’ bil wafa, dan kemudian mengkonsumsi buah-buahan yang ada di kebun itu, atau dia merusak kebun itu, maka dia harus mengganti rugi. Jika kebun itu rusak tanpa kesalahan dari pihaknya, maka dia tidak wajib untuk mengganti kerusakan itu. Meskipun begitu, hutangnya akan terhapus. Jika suatu kebun lain yang berbatasan dengan kebun itu dijual, maka penjual, bukan pembeli bai’ bil wafa, yang berhak untuk membelinya terlebih dahulu.”
—WallahuA’lam—
Penulis: H.Hendri Tanjung,Ph.D