KH Didin Hafidhuddin
Guru Besar IPB, Direktur Pascasarjana UIKA Bogor dan Ketua Umum BAZNAS Hendri Tanjung

Dosen UIKA Bogor dan Kandidat Doktor Ekonomi IIU Islamabad, Pakistan.
Mulai 1 hingga 12 Desember tahun ini, dunia akan mengadakan konferensi tentang perubahan iklim di Poznan Polandia. Diharapkan pertemuan ini menjadi jalan menuju kesuksesan untuk sebuah program yang telah diluncurkan dengan nama the Bali Road Map tahun lalu. 

Ban Ki Moon, sekjen Perserikatan Bangsa Bangsa, menyatakan ada waktu satu tahun sebelum konferensi tahun depan di Kopenhagen untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima semua negara. Konferensi Poznan ini diharapkan menghadirkan 8.000 partisipan yang akan menelurkan kerja sama internasional tentang perubahan iklim dan memastikan kemajuan untuk isu-isu kunci.

Memang kalau kita lihat fakta yang terjadi tentang perubahan iklim yang lebih dikenal dengan global warming membuat siapa pun tercengang dan ngeri membayangkan apa yang terjadi 50 tahun lagi. Al Gore, kandidat presiden yang dikalahkan Bush pada pemilu lalu, telah berkeliling dunia untuk menyadarkan manusia tentang bahaya pemanasan global ini. 

Global warming adalah suatu pemanasan global yang diakibatkan gagalnya bumi memantulkan kembali sinar infra red yang datang dari matahari ke ruang angkasa karena terperangkap oleh atmosfer akibat efek rumah kaca. Efek rumah kaca ini terjadi karena banyaknya kadar CO2 di udara. 

Professor Revelle telah mengukur kadar karbondioksida mulai 1958 sampai 2005. Hasilnya adalah kurva yang sangat curam, artinya peningkatan kadar CO2 yang sangat tajam telah terjadi dalam kurun waktu hampir 50 tahun terakhir. 

Ketika makin banyak CO2 di atmosfer, temperatur akan makin panas sebab CO2 itu menangkap panas dari matahari. Para ahli memprediksikan dalam 50 tahun ke depan suhu bumi akan menjadi tiga kali lebih panas dari sekarang jika tidak ada upaya pencegahan.

Peningkatan panas bumi akan menyebabkan berbagai konsekuensi. Pertama, lapisan es di belahan dunia mencair. Es di kutub utara dan selatan mencair. Puncak Kilimanjaro di Afrika yang biasanya disebut salju abadi kini tidak lagi demikian.

Demikian juga dengan Columbia Glasser di Alaska, Glasser Himalaya di Nepal, Tshcierva Glasser di Switzerland, Glasser di Paraginoa Amerika Selatan, dan Argentina. Ada pesan penting dari hilangnya lapisan es ini ke seluruh dunia, yaitu naiknya permukaan air laut yang dapat merendam sebagian daratan bumi. 

Para ahli memperkirakan jika es di green land mencair maka sebagian Florida akan tenggelam. Sebagian San Fransisco, Belanda, Beijing, Shanghai, Calcutta India, dan Manhattan juga mengalami nasib serupa.

Konsekuensi kedua adalah terciptanya gelombang panas dan angin topan. Gelombang panas di Eropa tahun 2003 diperkirakan membunuh 15 ribu orang di Prancis, 13 ribu di Portugal, dan 20 ribu di Italia. 

Di India pada Juni 2003, temperatur mencapai 50 derajat Celcius dan diperkirakan menyebabkan kematian 1.400 orang. Kita dapat saksikan beberapa tahun terakhir ini terjadi Hurricane yang dahsyat. Hurricane Ivan di Florida tahun 2004 dan pada tahun yang sama rekor tornado terpecahkan di Amerika, rekor baru typhoons di Jepang, hurricane pertama di Atlantik Selatan Brasil yang sebelumnya tidak pernah ada. 

Pada Juli 2005 muncul hurricane Emily di laut Caribbean, Hurricane Denis di Florida. Hurricane Katrina pada 29 Agustus 2005 yang membuat kerusakan paling parah.  Bencana itu telah membunuh banyak manusia dan kerugian yang luar biasa jumlahnya. 

Konsekuensi ketiga adalah banjir bandang dan kekeringan yang dahsyat. Dalam 10 tahun terakhir rata-rata terjadi badai dahsyat dan banjir bandang 90 kali dalam setahun. 

Lihatlah banjir bandang di Mumbai, India, pada 26 Juni 2005, serta Austria dan Swiss pada 23 Agustus 2005. Akibat penguapan yang tinggi di lautan dan daratan, pemanasan global tidak hanya menyebabkan banjir, tapi juga kekeringan yang dahsyat. 

Lihatlah Danau Chad yang terletak antara Darfur dan Nigeria yang merupakan salah satu danau terbesar di dunia. Tahun 1963 Danau Chad masih bagus, tetapi tahun 2001 hampir tidak bersisa, kering sama sekali.  

Satu pertanyaan yang harus kita jawab adalah, bagaimana kita bereaksi terhadap semua konsekuensi ini? Pada bencana yang terjadi di Inggris, 12 November 1936, Sir Winston Churcill telah memperingatkan penduduk Inggris dengan pernyataannya: ”The Era of Procrastination, of Half Measures, of soothing and baffling expedients, of Delays, is coming to see its close.  In its place we are entering a period of consequences.”  Yang intinya adalah kesalahan masa lalu telah membawa kita pada konsekuensi masa kini. 

Hikmah dari semua itu kita harus meresponsnya dengan perbuatan. Kita harus mengurangi kadar emisi CO2 di udara dengan melakukan penghematan di segala bidang. 

Jika kita dapat menghemat listrik, menghemat pemakaian kenderaan, menghemat konsumsi produk-produk kehutanan, menghemat polusi dengan memperbarui teknologi, maka para ahli mengatakan mungkin saja kita dapat mencapai emisi CO2 sama seperti 1970. 

Masing-masing kita menjadi penyebab global warming, tetapi di saat yang sama masing-masing kita bisa menjadi penyelamat dengan membuat keputusan melakukan penghematan. Kita harus hemat energi, menggunakan mobil yang beremisi ringan, mengubah pabrik agar menerapkan green energy, menanam pohon sebanyak banyaknya, menghentikan penggunaan minyak dan gas bumi yang berlebihan, memulai mencari sumber minyak nabati, dan mendoakan agar orang-orang mau mengubah cara hidupnya.

Tampaknya kunci dari solusi yang ditawarkan terletak pada sikap manusia untuk berhemat dalam mengonsumsi apa saja. Hemat dalam mengonsumsi makanan, sandang, papan, dan energi. 

Sikap hemat ini sudah diajarkan oleh Islam sejak 15 abad tahun yang lalu. Hal ini sejalan dengan firman-Nya dalam QS Ali Imran [3] ayat 31: ”… makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Dalam sebuah Hadis, Rasulullah juga menekankan pentingnya sikap hemat. Beliau bersabda: ”Ekonomis (sederhana) dalam membelanjakan harta, merupakan separuh dari penghidupan ….” (HR Imam Thabrani).

Sikap hemat yang merupakan salah satu praktik dari manajemen syariah dalam kehidupan sudah mendesak untuk digaungkan ke seluruh dunia. Siapa pun Anda, apa pun partai anda, Anda harus mulai berhemat dari sekarang karena hal ini untuk menjamin kelangsungan hidup generasi mendatang. Sanggupkah Anda mendengar cucu Anda mengatakan bahwa anda orang yang tidak bertanggung jawab dengan menciptakan kehidupan yang begitu sulit kepada mereka?

Ikhtisar:
–    Hemat menjadi kunci utama agar generasi mendatang bisa menikmati kehidupan yang lebih baik.
–    Perilaku hemat merupakan perintah langsung dari Allah SWT.
–    Dalam banyak Hadis, Rasulullah sering mencontohkan kehidupan yang bersahaja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *