H. Hendri Tanjung, Ph.D

Pada zaman Romawi, setidaknya ada 14 macam pajak yang dipungut raja dari rakyatnya. Adapun ke 14 pajak tersebut adalah : (1) Pajak Bumi yang dipungut sesuai harga tanah dan setiap lima belas tahun mengalami perubahan, (2) Pajak kepala/perorangan sebesar 20 dirham perkepala yang dikenakan pada rakyat yang berumur 14-60 tahun baik laki-laki maupun perempuan, (3) pajak harta karun dan pertambangan, (4) pajak rumah dan bangunan yang besarnya 100 dirham untuk setiap rumah, (5) Pajak hewan ternak sebesar 10 dirham untuk satu ekor onta, dan sensus peternakan diadakan setiap tahun (6) pajak profesi yang diberlakukan untuk semua profesi, bahkan pelacurpun dipajak 108 dirham, (7) Pajak barang perniagaan yang dipungut 10% dari harga barang, (8) Pajak transportasi untuk kapal dagang dikenakan pajak 10 dirham per penumpang, (9) Pajak barang ekspor dan impor, yang jumlahnya bervariasi antara 3 sampai 10 persen. (10) Pajak memerdekakan budak , dikenakan 5% dari harga budak, (11) Pajak harta warisan sebesar 5% dari harta yang ditinggalkan, (12) Pajak pendaftaran transaksi, yang besarnya 6 persen. (13) Pajak khusus untuk raja, sebesar 4 dirham , dan (14) pajak dalam bentuk berkhidmat melayani prajurit dan pegawai kerajaan dalam bentuk makanan atau tempat tinggal.
Jika dilihat satu persatu pungutan pajak di zaman romawi tersebut, maka hampir dikatakan bahwa tidak ada aspek yang tidak terkena pajak. Mulai dari tanah, kepala, harta karun, barang tambang, rumah, hewan ternak, profesi, barang perniagaan, transportasi, barang ekspor dan impor, semua dikenakan pajak. Bahkan para budak, harta waris, dan transaksi pun tidak luput jadi objek kena pajak. Tidak ada harta rakyat yang tidak terkena pajak. Bentuk pajaknyapun bervariasi, dari mulai uang, makanan, bahkan tempat tinggal. Bahkan yang paling ironis, pelacurpun berkontribusi dalam memberikan pemasukan negara. Tidak ada pemisahan antara profesi yang baik dan yang buruk. Setiap profesi pasti dipungut pajaknya.
Belum lagi kalau kita lihat pajak kepala yang dikenakan kepada semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang bekerja maupun tidak, apabila sudah berumur 14 tahun dan masih dibawah 60 harus membayar pajak. Tentunya ini tidak adil dan memberatkan rakyat. Yang paling parah adalah pajak khusus untuk raja. Artinya, kalau rakyatnya banyak, meskipun ekonomi lesu, tetap saja raja mendapat jumlah pajak yang banyak karena jumlah rakyat yang banyak.
Melihat keadaan seperti itu, maka bisa dipastikan, raja akan hidup berfoya-foya dan rakyat akan hidup menderita. Bagaimana dengan Islam yang datang kemudian setelah menaklukkan Romawi? Islam tidak memungut pajak, tetapi menggantinya dengan zakat.
Pada zaman Rasulullah tidak dikenal istilah pajak. Pajak dalam Islam baru dikenal di zaman Khalifah Umar Bin Khottob, ketika penaklukan tanah Irak dan Syam. Umar yang visioner berpandangan bahwa jika semua tanah taklukan dibagikan kepada setiap muslim, bagaimana dengan pendapatan negara di masa depan yang tanahnya semakin luas? Bagaimana dengan kebutuhan dana untuk mempersiapkan tentara untuk menjaga daerah perbatasan? Umar pun kemudian menyerahkan tanah kepada penduduk asli (non muslim) dan kemudian memungut pajak darinya yang kemudian dikenal dengan istilah kharaj.
Pajak dalam Islam dikenakan kepada non muslim. Misalnya, pajak kepala (jizyah) yang diwajibkan hanya kepada laki-laki, bukan wanita dan anak-anak serta bukan orang miskin. Bandingkan dengan Romawi yang memungutnya dari wanita dan anak-anak semua golongan.
Pajak bea masuk, yang dikenal sekarang dengan bea cukai, diberlakukan 10 % untuk kafir harbi, 5% untuk kafir zimmah dan 2,5% untuk pedagang muslim. Lagi-lagi, pemberlakukan yang 5% dan 10% ini diambil khalifah sebagai keputusan karena ketika barang-barang muslim masuk ke daerah Non Muslim, mereka melakukan pungutan serupa (lihat pajak ekspor impor romawi). Jadi, ini sebagai tindakan reciprocal dari pedagang muslim bagi pedagang non muslim yang memasuki wilayah muslim. Sedangkan untuk pedagang muslin, besaran bea masuk sama dengan besaran zakat.
Zakat bahkan sebagai salah satu dari rukun islam. Zakat ditujukan untuk mensucikan jiwa dan membersihkan harta. Dalam islam, pada harta setiap muzakki terdapat hak mustahik. Artinya, secara sistem, sudah terbangun mekanisme tolong menolong antara yang “The Have” dengan yang “The Have not”.
Berapa besaran zakat? Hanya 2,5%. Sekali lagi, hanya dua setengah persen. Bandingkan dengan pajak romawi yang besarnya rata-rata 5%, bahkan ada yang 10%. Melihat apa yang diberlakukan raja Romawi terhadap rakyatnya, pertanyaan yang silahkan dijawab masing-masing kita adalah, Masihkah kita tidak mau membayar zakat? — Wallahu A’lam —

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *