KETIKA kurs jual rupiah menembus angka 15.000,- per US dollar pada 5 September 2018, Banyak pertanyaan yang ditujukan ke penulis, bagaimana bisa rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS)? Apa dampaknya? Tampaknya, banyak masyarakat yang tidak belajar formal ekonomi, ingin tahu ada apa sebenarnya dengan nilai tukar tersebut.

Sederhananya begini, yang membuat harga jeruk di pasar mahal adalah permintaan yang tinggi. Banyak orang yang membeli jeruk, namun persediaannya sedikit di pasar, akibatnya harga jeruk mahal.  Begitupun dengan mata uang, apa yang membuat dollar mahal?  Jawabannya karena permintaan yang tinggi. Banyak orang yang membeli dollar sementara jumlahnya di pasar sedikit, akibatnya harga dollar mahal.  Nah, disini, uang sudah sama dengan komoditi. Padahal Ibn Thaimiyah tujuh abad yang lalu mengatakan bahwa, perdagangan uang berarti membuka pintu ketidakadilan yang luar biasa bagi ummat.

Bagaimana nilai tukar ini ditentukan? Nilai tukar ini ditentukan di pasar dunia yang terbesar, yaitu pasar valuta asing (foreign exchange market). Volume perdagangan tahunan pasar ini mencapai 1000 triliun USD dengan transaksi yang terjadi selama 24 jam sehari.  Pasar valuta asing (valas) ini didominasi oleh Inggris, Amerika dan Jepang dengan mayoritas perdagangan menggunakan USD. Euro, Poundsterling, Yen dan Swiss franc adalah beberapa valuta yang sering diperdagangkan setelah USD.

Mengapa Rupiah melemah?

Setidaknya, ada 5 hal yang dapat menjelaskan ini, yaitu: selera masyarakat, suku bunga, inflasi, hutang luar negeri dan spekulasi. Apabila selera masyarakat terhadap barang impor tinggi, rupiah akan melemah. Untuk membeli barang impor, maka permintaan terhadap dollar tinggi, karena orang ramai ramai menukar rupiahnya ke dollar. Akibatnya rupiah mengalami pelemahan (depresiasi). Oleh karena itu, pemerintah selalu mengimbau untuk mencintai produk-produk dalam negeri dan membelinya.

Suku bunga juga menentukan nilai rupiah. Penabung akan tertarik pada bunga yang tinggi.  Jika real interest rates suatu negara lebih tinggi dari negara lain, maka tabungan akan mengalir ke suku bunga yang lebih tinggi itu. Jika suku bunga di AS naik, maka dolar yang ada di berbagai negara akan mengalir ke negeri Paman Sam itu. Akibatnya permintaan dollar tinggi, dan pelemahan mata uang negara-negara lain. Suku bunga ini disebut ‘riba’ yang dilarang dalam ekonomi Islam.

Tingginya inflasi di suatu negara akan membuat orang menukarkan uangnya dengan mata uang negara yang relatif lebih stabil (negara yang inflasinya rendah). Inflasi di Indonesia sampai Agustus 2018 adalah 3,18%  sementara AS 2,95%. Tingginya inflasi Indonesia terhadap AS  akan membuat sebagian orang menukarkan uangnya dari rupiah ke USD, akibatnya rupiah melemah. Agar ini tidak terjadi, pemerintah berusaha semaksimal mungkin agar inflasi tidak tinggi.

Tingginya hutang luar negeri akan membuat permintaan terhadap dollar meningkat apalagi saat pembayaran jatuh temponya sama. Dengan meningkatnya permintaan terhadap dollar, maka rupiah akan melemah. Hutang luar negeri ini ada dua, yaitu hutang pemerintah dan hutang swasta. Per 31 Agustus 2018, Kementerian Keuangan mencatat hutang pemerintah sebesar Rp4.363,19 triliun.  Sementara bulan Juli tercatat Rp4.253 triliun atau naik Rp110,19 triliun dari bulan sebelumnya.  Jumlah tersebut merupakan 30,31 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Hutang pemerintah itu terdiri dari komponen pinjaman (18,82%) dan surat berharga negara (SBN) 81,18%. Untuk pinjaman, dari luar negeri sebesar Rp815,05 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp6,25 triliun. Adapun untuk SBN, yang berdenominasi rupiah sebanyak Rp 2.499,44 triliun dan denominasi valas Rp 1.042,46 triliun.

Bank, perusahaan dan individu berusaha untuk mereguk keuntungan besar dari pasar valas akan melakukan spekulasi di pasar itu. Misalnya, spekulator menduga bahwa suku bunga USD akan naik lebih cepat dari pada suku bunga rupiah. Maka dia akan beli dollar dan terus menahannya, baru dia melepas dollar tersebut saat mengalami apreasiasi yang cukup baik untuk membukukan keuntungan. Bagi kebanyakan orang, permainan spekulasi di pasar valas sama seperti main judi di Las Vegas. Dalam ekonomi Islam, ini disebut ‘maysir’ yang dilarang.

Apa dampak melemahnya Rupiah?

Melemahnya rupiah akan memberi dampak terhadap ekonomi, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif melemahnya rupiah, harga ekspor kita menjadi lebih murah.  Diharapkan, ekspor Indonesia akan meningkat. Tidak hanya ekspor barang, tapi juga ekspor jasa. Dampak positif lainnya adalah menggenjot pariwisata kita. Dengan lemahnya rupiah, biaya wisata kita menjadi murah, dan ini akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.  Indonesia sebagai negara muslim terbesar, sudah saatnya menjadi ikon pariwisata syariah. Situs situs kerajaan Islam, mesjid-mesjid tua dan berbagai manuscript Islam lainnya dapat dijadikan sebagai pariwisata syariah. Sumatera Barat misalnya, lengkap dari sisi pariwisata alamnya, ditambah kulinernya, ditambah lagi religiusnya. Sangat cocok untuk dijadikan destinasi wisata syariah dunia.

Dampak negatifnya adalah: harga barang impor mengalami kenaikan. Hal ini berbahaya jika bahan sembilan kebutuhan pokok sebagian besar impor.  Jika ini terjadi, maka kebutuhan pokokpun harganya akan meningkat. Hal yang sudah terjadi adalah, harga kedelai meningkat, karena masih impor.

Harga bahan bakar minyak (BBM) juga mengalami kenaikan, karena sebagian besar masih impor. Berbagai upaya pemerintah untuk mengurangi kenaikan harga BBM diantaranya adalah dengan menambahkan B20 (biodiesel) pada solar. B20 adalah bahan dari minyak sawit, yang ditambahkan kepada solar. Perlu diketahui, Indonesia sudah menjadi net importir BBM sejak tahun 2004.  Sebelumnya, ekspor minyak lebih besar daripada impornya. Namun sekarang, terbalik. Impor minyak lebih besar daripada ekspornya. Dengan semakin mahalnya harga minyak, maka pemerintah tidak mungkin mempertahankan subsidi minyak tersebut. Pemerintah mulai mencabut subsidi minyak pelan-pelan dengan menaikkan harga BBM secara pelan-pelan. Dengan naiknya harga BBM, maka harga-harga barang di pasarpun akan naik, karena BBM merupakan faktor produksi dari barang-barang yang dijual di pasar.

Di sini, jelas bahwa masalah hutang tidak bisa dianggap sepele.  Hutang luar negeri yang tinggi akan membuat rupiah melemah, dan lemahnya rupiah ini akan membuat hutang semakin tinggi lagi. Jadi, ada lingkaran setan antara hutang dengan depresisasi nilai tukar. Oleh karena itu, manajemen hutang menjadi kunci. Manajemen hutang harus memperhatikan kemampuan membayar. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling baik  di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Bukhari No. 2393).

Kemampuan membayar hutang juga sangat dipengaruhi oleh kemauan membayar. Rasulullah SAW bersabda, “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah No. 2400). Wallahu a’lam.

Penulis : H Hendri Tanjung Ph.D

Diterbitkan : Majalah Peluang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *