Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan ekonomi syariah Nasional? Dirjen Perimbangan keuangan, Astera Primanto Bhakti mengutip Ketua Umum IAEI yang juga menteri keuangan Sri Mulyani, mengatakan bahwa setidaknya ada 3 sektor yang mesti dibenahi untuk meningkatkan ekonomi syariah, pertama sector pendidikan, kedua sector riil baik regulasi maupun pelaku, dan ketiga sector masyarakat. Hal ini beliau ungkapkan ketika menjadi keynote speaker pada Seminar Nasional Ekonomi Syariah dengan tema: Prospek Keuangan Syariah di Daerah Minoritas Muslim, di IAIN Manado, Kamis, 31 Oktober 2019.
Lalu, untuk Daerah, apa yang harus dilakukan? Masih menurut Astera, Strategi pengembangan keuangan syariah di daerah, dapat dilakukan antara lain: 1, rebranding produk-produk keuangan syariah, 2, desain produk berorientasi pada kemaslahatan dan daya saing yang tinggi , 3, peningkatan interlinkage antara keuangan syariah dan sector riil ekonomi syariah.
Pentingnya Ekonomi syariah
Sebagaimana diketahui bersama, ekonomi syariah menjadi penting di Indonesia setelah terjadi krisis moneter di Indonesia tahun 1998. Di Dunia, ekonomi syariah menjadi penting setelah terjadi krisis global tahun 2008. Classical economics dan Keynesian economics terbukti gagal menjalankan fungsinya. Krisis terus terjadi berulang ulang di berbagai tempat di belahan dunia.
Mengapa krisis tersebut terjadi berkali kali? Hal ini disebabkan system riba yang bersifat self destruction system. Kenapa self destruction system? Karena Sistem Bunga dengan pembebanan tetap yang harus dibayarkan oleh bank ke penabung, disandingkan dengan pendapatan variable yang diperoleh bank dari investor. Akibatnya terjadi asimetris ekonomi, dimana tidak terdapatnya keseimbangan dari sisi pendapatan dan pengeluaran bank. Pendapatan variable, sementara pengeluaran fix (tetap). Akibatnya, system itu akan bunuh diri atau menghancurkan sistemnya sendiri. Apakah tidak ada alternative untuk mencegahnya? Ada! Keduanya dibuat variable. Sisi pendapatan dan pengeluaran bank keduanya variable, sehingga apapun yang diperoleh bank dari sisi pendapatan, maka itu pulalah yang dikeluarkannya dari sisi pengeluaran. Inilah Bank Syariah.
Bank Syariah menjadi pintu terbukanya lembaga keuangan syariah lainnya seperti Asuransi syariah, penjaminan syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah, ventura syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan lain-lain. Bank syariah juga akan memboost sector riil melalui akad musharakah dan mudharabahnya.
Keuangan Syariah di Daerah
Lembaga Keuangan syariah di Daerah selain Bank Syariah, adalah Koperasi Syariah. Di daerah Mayoritas Muslim, penerimaan lembaga keuangan syariah sangat baik, misalnya di Propinsi Banten, masyarakat sangat menyenangi bank syariah maupun koperasi syariah. Namun, bagaimana di daerah Minoritas?
Di daerah Minoritas Muslim pun, penerimaan masyarakat terhadap bank syariah sangat baik. Nasabah bank syariah di Jailolo, Halmahera Barat, banyak yang Non Muslim (Kristen). Bahkan ada pendeta yang usahanya dibiayai oleh Bank Syariah. Anggota Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia di Banten, dari total 158 ribu orang, ada sekitar tiga ribu yang non muslim (tionghoa). Artinya, Bisnis syariah tidak membedakan muslim dan non Muslim. Semuanya diperlakukan sama dalam hal akadnya. Mengapa demikian? Karena syariah itu sifatnya universal. Agama Samawi pun (Yahudi, Kristen dan Islam) melarang menerapkan riba. Ada beberapa ayat di dalam bible yang melarang riba, diantaranya adalah: Psalm 15:1-5, yang menyatakan, “who lends money to the poor without interest”. Artinya, Islam dan Kristen memiliki kesamaan worldview dalam melarang Riba. Kalau sudah seperti ini, maka antara agama Islam dan Kristen tidak perlu dipertentangkan pandangan ekonominya. Karena keduanya memiliki titik persamaan dalam melarang Riba.
Menurut penulis yang juga menjadi panelis dalam seminar diatas, ada beberapa hal yang mesti dilakukan untuk meningkatkan keuangan syariah di daerah. Pertama, perlu dipetakan kekuatan ekonomi suatu daerah. Jika misalnya kekuatannya ada di pertanian, maka perlu diciptakan produk-produk keuangan syariah yang pro kepada pertanian. Suatu koperasi syariah di Banten mencoba membuat produk mudorobah murni kepada petani cabai, dengan pendampingan yang baik, hasilnya cukup mencengangkan. Return nya mencapai 14 persen perbulan. Tidak ada cicilan bulanan. Petani hanya membayar pinjaman dari hasil panennya. Dengan desain produk seperti itu, maka ekonomi daerah insya Allah akan berkembang. Produk keuangan syariah harus berani tampil sendiri, dan berbeda dengan produk keuangan konvensional. Kalau sudah begini, maka petani sangat senang kepada keuangan syariah. Oleh karena itu, ke depannya, harus ada Bank pertanian, yang produknya berprinsip syariah dan harus berbeda total dengan bank konvensional.
Kedua, perlu penguatan koperasi syariah untuk memberikan akses kepada mereka yang tidak mendapatkan pembiayaan dari Bank. Sekitar 5000 koperasi syariah di Indoesia, perlu mendapatkan dukungan yang berarti dalam meningkatkan keuangan syariah di daerah. Salah satunya, adalah dengan mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi. Jika bank saja yang aturannya sudah sangat ketat, ada Lembaga Penjamin Simpanan nya, maka sudah selayaknya juga Koperasi ada LPS nya. Pengalaman teman teman pegiat koperasi selama ini, adalah sulitnya mendapatkan funding, karena selalu ditanya, ada nggak lembaga penjaminnya? Kalau koperasinya bangkrut, uang simpanan saya selamat tidak? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang sulit dijawab oleh insan insan koperasi. Ada insan koperasi menjawab begini: “ Yang menjaminnya adalah kejujuran pengurus koperasi kami”. Padahal semua tahu, jika bank pun bangkrut, tidak semua tabungan nasabah bisa dijamin. Hanya yang dibawah 2 Milyar yang dijamin. Namun, namanya investasi, para investor sangat khawatir dengan dananya, bertambah atau malah lenyap.
Ketiga, perlunya peningkatan teknologi bank syariah di daerah. Daerah yang terpinggir dan terluar memerlukan kemudahan bertransaksi dengan bank syariah. Namun, apabila teknologinya tidak disiapkan, dengan terpaksa mereka akan menggunakan bank konvensional. Bagi pengambil kebijakan, tentunya ini akan menjadi dilemma, mempertahankan syariah, namun tidak bisa diakses, atau mudah diakses tapi menggunakan konvensional. Seringkali pilihannya pada kemudahan akses. Oleh karena itu, bank syariah harus dapat diakses dimanapun di seluruh wilayah Indonesia. Untuk luar negeri, sekarang sudah tidak masalah. Bulan Oktober 2019, Penulis menggunakan ATM Bank Syariah di Turki untuk mengambil uang. Uangnya keluar dan ATM nya tidak mengalami masalah.
Sekali lagi, ke depan perlu dibentuk Bank Pertanian berprinsip syariah dan Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi syariah. Tidak lupa, penguatan akses bank syariah di daerah terpinggir dan terluar wilayah Indonesia. Insya Allah keuangan syariah di Daerah akan menggeliat.
Penulis : H Hendri Tanjung, Ph.D