Dalam kehidupan dunia yang fana ini, setiap Muslim memiliki kesempatan emas untuk menjalin kemitraan yang paling menguntungkan, yaitu berbisnis dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Konsep ini bukan sekadar metafora, melainkan sebuah realitas yang dijelaskan dengan gamblang dalam ajaran Islam. Pertanyaannya, apa sebenarnya “bisnis” dengan Allah itu, dan bagaimana cara kita menjalankannya agar meraih keuntungan abadi berupa surga?
Sebuah khotbah Jumat yang disampaikan oleh H. Hendri Tanjung, Ph.D, mengupas tuntas konsep berbisnis dengan Allah ini. Beliau menjelaskan bahwa bisnis ini adalah pertukaran antara jiwa dan harta seorang mukmin dengan surga sebagai balasannya. Inilah investasi sejati, di mana modal yang kita tanam di dunia akan berbuah kenikmatan abadi di akhirat kelak.
Lantas, bagaimana cara memulai dan mengembangkan bisnis yang luar biasa ini? Syekh Muhammad Jamil jaho memaparkan lima aspek penting yang perlu dipahami:
1. Modal Utama: Kewajiban dalam Islam
Modal awal dalam bisnis dengan Allah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Allah tetapkan. Ini meliputi shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, membayar zakat bagi yang mampu, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu secara fisik dan finansial. Menjalankan kewajiban ini barulah fondasi awal, ibarat modal yang kita setorkan. Keuntungan sesungguhnya akan datang dari amalan-amalan selanjutnya.
2. Keuntungan: Amalan Sunah
Setelah modal pokok terpenuhi, saatnya meraih keuntungan dengan memperbanyak amalan-amalan sunah yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Shalat sunah, puasa sunah, sedekah, membaca Al-Quran, berzikir, dan amalan kebaikan lainnya adalah “profit” dalam bisnis ini. Setiap amalan sunah akan menambah pundi-pundi pahala dan mendekatkan kita kepada Allah.
3. Kerugian: Perbuatan Maksiat
Sebagaimana bisnis duniawi memiliki risiko kerugian, begitu pula bisnis dengan Allah. Kerugian dalam bisnis ini adalah apabila seseorang melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Setiap dosa yang dilakukan akan mengurangi modal pahala, bahkan bisa membuat “neraca” menjadi minus. Oleh karena itu, menjauhi segala bentuk larangan Allah adalah langkah krusial untuk menjaga keberlangsungan dan keuntungan bisnis ini.
4. Jangka Waktu Bisnis: Sepanjang Hayat
Berbeda dengan bisnis dunia yang memiliki batasan waktu, bisnis dengan Allah berlangsung sepanjang hidup kita, mulai dari kelahiran hingga kematian. Setiap detik yang kita lalui adalah potensi untuk menambah modal atau keuntungan, atau justru menambah kerugian. Hasil dari investasi abadi ini baru akan kita tuai sepenuhnya di akhirat kelak.
5. Mitra Bisnis: Hawa Nafsu
Mitra dalam bisnis ini bukanlah manusia lain, melainkan hawa nafsu kita sendiri. Hawa nafsu cenderung mengajak kepada keburukan dan kemalasan dalam beribadah. Mengendalikan hawa nafsu adalah kunci utama keberhasilan dalam berbisnis dengan Allah. Syekh Muhammad Jamil jaho menganalogikan Hawa nafsu dengan kuda liar. Untuk menundukkan hawa nafsur, sama dengan menundukkan kuda liar, yaitu dengan membuatnya lapar (mengurangi keinginan duniawi yang berlebihan) dan memberinya beban (melaksanakan ibadah dan amalan saleh).
Tiga Golongan Pebisnis dengan Allah
Dalam menjalankan bisnis yang mulia ini, manusia terbagi menjadi tiga golongan:
Pertama, Golongan Beruntung: Mereka yang sungguh-sungguh menjalankan kewajiban, memperbanyak amalan sunah, dan menjauhi segala bentuk maksiat. Mereka adalah para investor sejati yang akan meraih keuntungan berlipat ganda di akhirat.
Kedua, Golongan setengah-setengah: Mereka yang melaksanakan kewajiban dan amalan sunah, namun terkadang masih terjerumus dalam perbuatan maksiat. Nasib mereka di akhirat akan ditentukan oleh perbandingan antara keuntungan dan kerugian yang telah mereka kumpulkan.
Golongan Rugi/Bangkrut: Mereka yang tidak melaksanakan kewajiban, tidak menghiraukan amalan sunah, bahkan terus menerus melakukan kemaksiatan. Mereka adalah para pebisnis yang gagal dan akan merugi di akhirat.
Khotbah jum’at ini memberikan dorongan yang kuat bagi setiap Muslim untuk bercita-cita menjadi golongan pertama, yaitu mereka yang selalu untung dalam berbisnis dengan Allah. Momentum bulan Ramadan menjadi latihan yang sangat berharga untuk mengelola hawa nafsu melalui ibadah puasa dan qiyamul lail, sehingga kita mampu meraih derajat takwa.
Sebagai penutup, marilah kita senantiasa memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menjalankan bisnis ini dengan sebaik-baiknya, mengendalikan hawa nafsu, dan meraih catatan amal yang baik sehingga kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung dan meraih surga-Nya yang abadi.