Integritas, yang berasal dari kata Latin “integer” yang berarti utuh dan lengkap, adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan utuh yang mampu memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Dalam konteks kepemimpinan dan manajemen, integritas menjadi fondasi utama.

Bagi umat Islam, Nabi Muhammad SAW adalah sumber teladan integritas yang paling paripurna, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab: 21). Ayat ini menggambarkan beliau secara utuh, mencakup keikhlasan, jihad, dan kesabaran beliau. Beliau dikenal sebagai Super Leader Super Manager, yang menjadi contoh dalam semua aspek, mulai dari negarawan, panglima militer, hakim agung, hingga kepala rumah tangga.

Bisnis dan Integritas

Jauh sebelum masa kerasulan, Nabi Muhammad SAW telah menekuni dunia bisnis selama lebih kurang 25 tahun—jangka waktu yang lebih lama dari masa kerasulan beliau (23 tahun). Beliau merintis karier dagang sejak usia 12 tahun dan memulai usaha sendiri pada usia 17 tahun.

Pondasi jiwa wirausaha beliau ditempa sejak masa kecil. Setelah kakeknya wafat, beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, seorang pedagang. Sejak usia sembilan tahunan, beliau harus mulai mencari nafkah dengan menggembala dan bekerja apa saja untuk membantu meringankan beban paman.

Kegiatan menggembala ini secara tak langsung mengajarkan unsur-unsur manajemen dasar, yaitu:

 – Pathfinding (Mencari) padang gembalaan yang subur.

 – Directing (Mengarahkan) ternak ke padang gembalaan.

 – Controlling (Mengawasi) agar ternak tidak tersesat.

 – Protecting (Melindungi) dari hewan pemangsa dan pencuri.

 – Reflecting (Perenungan) tentang Alam, Manusia, dan Tuhan.

Empat Pilar Profesionalisme dalam Bisnis

Profesionalisme Nabi Muhammad SAW sebagai pebisnis didasarkan pada empat sifat wajib, yang menjadi inti dari integritas beliau:

 – Shiddiq (Jujur)

   Beliau meyakini bahwa membohongi pelanggan sama dengan mengkhianati mereka. Prinsip Shiddiq dalam bisnis meliputi tidak ingkar janji, tidak mengelabui harga pasar, dan tidak menyembunyikan cacat barang.

 – Amanah (Dapat Dipercaya)

   Dalam bertransaksi, Amanah berarti tidak mengurangi atau menambah sesuatu dari yang disepakati. Ini mencakup memberikan sesuatu sesuai pesanan.

 – Fathonah (Cerdas)

   Pebisnis yang cerdas mampu memahami peran dan tanggung jawabnya dengan baik, serta menunjukkan kreativitas dan inovasi untuk mempercepat keberhasilan. Fathonah juga berarti mampu mengatasi perubahan (Disruption), menjaga profesionalisme, dan melakukan administrasi kesepakatan yang rapi.

 – Tabligh (Argumentatif dan Komunikatif)

   Dalam konteks bisnis, Tabligh mencakup kemampuan mengomunikasikan produk dengan baik dan tepat. Ini berkaitan erat dengan transparansi dan keadilan (Transparency and Fairness).

Strategi Membangun Kepercayaan (The Speed of Trust)

Strategi utama Nabi Muhammad SAW dalam membangun kepercayaan, yang membuat beliau dijuluki Al-Amin, berfokus pada hubungan interpersonal dan etika:

 – Jujur, Adil, dan Ramah: Tidak membedakan konsumen, bersikap ramah, toleran, dan cakap dalam berbisnis.

 – Senang Membantu (Ta’awun) dan menjaga hak konsumen serta tidak menjelekkan bisnis orang lain.

 – Menciptakan hubungan interpersonal yang berkesan, mampu menjelaskan perbedaan cara pandang, dan menciptakan kepastian.

Manajemen Masa Nabi Muhammad SAW

Meskipun Rasulullah SAW tidak secara formal menyatakan adanya proses manajemen, aspek-aspek manajemen telah dilakukan secara nyata pada zaman beliau:

 – Penempatan Orang yang Tepat (The Right Man in the Right Place): Beliau menempatkan orang pada posisinya sesuai dengan keahlian dan bidangnya. Contohnya, Umar bin Khatab diarahkan menjadi negarawan alih-alih panglima perang. Kehancuran dapat terjadi jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya.

 – Musyawarah (Syura’): Rasulullah SAW sering meminta pendapat kepada para sahabat yang memiliki kecermatan, kedalaman ilmu agama, dan kelebihan intelektual.

 – Pembagian Tugas dan Wewenang: Terdapat pembagian tugas kesekretariatan yang spesifik, seperti Ali bin Abi Thalib untuk tugas kesekretariatan, Hudzaifah bin Aliman untuk dokumen rahasia, dan Zaid bin Tsabit sebagai penerjemah Nabi.

 – Sistem Penggajian dan Keadilan: Rasulullah SAW mengangkat pegawai di Najran (Abu Sofyan bin Harb) dan Makkah (Itab bin Usaid) yang mendapatkan gaji sebesar satu dirham setiap harinya, menjadikannya sistem remunerasi karyawan yang pertama. Beliau juga menegakkan keadilan, persamaan perlakuan hukum, dan mencukupi kebutuhan masyarakat untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Penutup: Menerapkan Itqan dan Globalisasi

Karier dagang Nabi Muhammad SAW mencakup rute perjalanan ke utara (Syria, Eropa) dan selatan (Yaman, Ethopia), menunjukkan wawasan globalisasi yang luas.

Rasulullah SAW menganjurkan untuk bekerja secara itqan, yang berarti doing the job at the best possible quality. Itqan ini harus diterapkan dalam:

 – Kualitas Pelayanan (pelayanan sepenuh hati).

 – Kualitas Produk (harga dan value added).

 – Kualitas Kerja (networking dan marketing).

Dengan meneladani integritas dan prinsip manajemen yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW—mulai dari Shiddiq, Amanah, Fathonah, Tabligh, hingga prinsip itqan—setiap individu dan lembaga dapat membangun kepemimpinan yang kuat, profesionalisme yang tinggi, dan mencapai keberhasilan yang tidak hanya bersifat duniawi, tetapi juga ukhrawi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *