khutbah Jum’at 8 juli 2022 di Masjid Rahmatan Lil alamin Kota Tangerang
Data Kekayaan di Indonesia: Kesenjangan yang Mencolok
Data terkini mengenai kekayaan masyarakat Indonesia menunjukkan adanya ketimpangan yang signifikan. Menurut informasi yang disampaikan dalam khotbah ini, ada 231.000 rekening di perbankan nasional dengan jumlah di atas Rp2 miliar, yang secara total mencapai Rp2.605 triliun. Kelompok ini digolongkan sebagai “sangat kaya” atau affluent menurut istilah Forbes and Sullivan (2016).
Lapisan kedua adalah mereka yang memiliki rekening antara Rp1 miliar hingga Rp2 miliar, berjumlah 253.000 rekening dengan total Rp361 triliun. Kemudian, 3,6 juta rekening dengan saldo antara Rp100 juta hingga Rp1 miliar mencapai total Rp1.040 triliun. Ironisnya, mayoritas masyarakat Indonesia, yaitu 183 juta rekening, memiliki tabungan di bawah Rp100 juta, dengan total hanya Rp673 triliun.
Di sisi lain, data Fast and Sullivan menunjukkan bahwa 13,5% penduduk Indonesia termasuk kategori miskin, dan 2,6% atau sekitar 6,8 juta orang berada di bawah garis kemiskinan ekstrem, tergolong sebagai fakir. Perbandingan data ini menunjukkan adanya jurang yang dalam antara kelompok masyarakat yang sangat kaya dengan mereka yang hidup dalam kemiskinan.
Tanggung Jawab Moral dan Agama
Lantas, apa makna dari data ini, dan apa tanggung jawab orang kaya? Inilah inti dari khotbah Jumat yang disampaikan. Dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39, Allah berfirman:
“Dan apa yang kamu berikan berupa riba untuk menambah harta manusia (agar bertambah) maka tidak akan bertambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
Ayat ini menegaskan bahwa harta yang diperoleh dari riba tidak akan berkembang di sisi Allah, namun harta yang diberikan melalui zakat dengan niat mencari ridha Allah justru akan dilipatgandakan.
Dampak Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (ZISWAF)
Penerapan konsep ZISWAF ini, baik secara mikro maupun makro, memiliki dampak positif yang luar biasa:
Secara Mikro: Ketika orang kaya membantu orang miskin secara langsung, misalnya dengan memberikan modal usaha, hal ini memungkinkan orang miskin untuk mandiri dan tidak lagi bergantung pada bantuan. Ini secara langsung mengembangkan ekonomi di tingkat individu.
Secara Makro: Zakat, infak, dan sedekah yang bersifat wajib dan sukarela dapat meningkatkan agregat demand dan agregat supply secara bersamaan. Akibatnya, output agregat secara keseluruhan akan meningkat, yang berarti pertumbuhan ekonomi yang lebih luas.
Khotib menekankan bahwa kemiskinan sering kali terjadi karena ketidak bertanggung jawaban orang-orang kaya di antara mereka. Sebuah hadis menyatakan bahwa “kemiskinan itu terjadi akibat tidak bertanggung jawabnya orang-orang kaya di antara mereka.” Bahkan, Al-Qur’an mengibaratkan orang yang tidak mau memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan sebagai orang yang mendustakan agama, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Ma’un ayat 4-7: “Maka celakalah orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
Manfaat Sedekah: Kebahagiaan untuk Pemberi dan Penerima
Memberikan bantuan kepada sesama bukan hanya menguntungkan orang miskin, tetapi juga membawa manfaat besar bagi orang kaya. Profesor Taruna Ikrar, seorang ahli neuroscience dari Amerika, menemukan bahwa ketika seseorang bersedekah dengan ikhlas karena Allah, otaknya akan melepaskan hormon serotonin. Hormon ini bertanggung jawab memicu emosi bahagia.
Dengan demikian, sedekah tidak hanya membantu meningkatkan perekonomian orang miskin, tetapi juga membawa kebahagiaan batin bagi orang kaya yang melakukannya. Otak manusia yang kompleks, dengan 100 juta sel neuron, memiliki pusat kebahagiaan yang dapat diaktifkan melalui tindakan kebaikan yang tulus.
Ajakan untuk Berbagi
Dari mimbar khotbah ini, disampaikan ajakan bagi mereka yang memiliki kelebihan harta untuk membantu saudara-saudara yang membutuhkan. Bantuan dapat berupa modal kerja, kesempatan kerja sama, atau bahkan sekadar memastikan mereka tidak kelaparan. Penting bagi kita untuk tidak dicap sebagai pendusta agama karena enggan berbagi.
Semoga kita semua dapat menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap sesama, mendapatkan keberkahan dari Allah SWT, dan merasakan kebahagiaan sejati melalui tindakan berbagi yang ikhlas.
—