High Level Discussion (HLD) yang diselenggarakan pada hari rabu 25 juli 2018 di Bappenas dengan tema “Indonesia: Pusat Ekonomi Islam Dunia” sangat menarik untuk dicermati. Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sudah seyogyanya menjadi pusat ekonomi Islam dunia. Ada 4F yang disasar, yaitu Finance, Food, Fashion dan Fun. Finance menggambarkan lembaga keuangan halal (syariah), Food mewakili makanan halal, Fashion termasuk industri dan jasa halal, dan Fun parawisata halal. Pendeknya, ekonomi halal.
Secara keilmuan, ada 2 negara yang telah lebih dahulu mengembangkan ekonomi Islam, yaitu Pakistan dan Malaysia. Praktik ekonomi Islam di dua negara tersebut di drive oleh negara/pemerintah. Jenderal Zia UlHaq sebagai presiden Pakistan mengumpulkan para pakar ekonomi pada tahun 1979 untuk memikirkan bagaimana membuat ekonomi Pakistan menjadi ekonomi Islam. Mahatir Muhammad di Malaysia membuat aturan aturan yang dapat cepat mendorong perkembangan ekonomi Islam di awal tahun 80an. Singkatnya kedua negara itu, Pakistan dan Malaysia memilih government driven untuk membumikan ekonomi Islam. Dengan cara yang sama, Indonesia dapat meniru government driven untuk mengembangkan ekonomi Islam.
Dalam ekonomi Islam, dikenal istilah efficiency consideration dan equity consideration. Maknanya, ada dua tujuan yang harus dibalance, yaitu efisiensi dan keadilan. Efisien saja tidak cukup. Keadilan ekonomi bahkan memainkan peran penting dalam kesejehteraan. Oleh karena itu, Islam memandang kesejahteraan tidak hanya dari uang, tapi juga dari kualitas akhlaq dan perilaku masyarakat. Berbeda dengan barat, yang hanya mengukur kesejahteraan hanya melalui uang (kesejahteraan pigon). Dalam Islam, justru kesejehteraan akan lahir dari pribadi-pribadi yang mulia dan bertaqwa, atau dari masyarakat yang bertaqwa, lihat Qs al a’raf ayat 96:”Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan”. Ayat ini juga menegaskan bahwa ketaqwaan adalah sebab dan kesejahteraan adalah akibat. Oleh karena itu, yang paling penting adalah menciptakan ketaqwaan ini, agar kesejahteraan itu benar benar terjadi.
Dalam pandangan Islam, keadilan ekonomi memiliki cakupan yang lebih luas dari hanya sekedar distribusi keadilan pendapatan dan kekayaan. Termasuk keadilan ekonomi jika pihak-pihak yang melanggar hukum ekonomi, ditindak dan dihukum sebagaimana mestinya. Misalnya para pelaku korupsi, maka mereka hendaknya dihukum dengan seadil adilnya, karena korupsi termasuk dalam dosa yang sangat dibenci. Lihat Qs Al-Mutaffifin 83: ayat 1-3 “ (1) Celakalah bagi orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), (2) yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan , (3) dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”. Ayat ke-3 ini dapat bermakna pelaku korupsi, yang apabila memberikan pekerjaan kepada orang lain, haknya dipotong atau diambil sebagian.
Termasuk dalam keadilan ekonomi juga untuk menjamin pemenuhan hak-hak dasar-secara absolute yaitu kebutuhan minimum dari orang miskin dan fakir yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Allah sudah menetapkan instrumen untuk ini, yaitu, ZISWAF, Zakat, Infaq, Sedekah dan Waqaf.
Aggregate Output dan Income
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yang ditandai dengan kenaikan agregat output dan agregat income, maka ada beberapa agenda yang dapat dicanangkan :
- Mendorong zakat, infaq, sedekah dan waqaf. Zakat akan menghasilkan agregat demand yang lebih besar daripada tanpa zakat. Zakat bertindak sebagai suatu institusi yang meredistribusi pendapatan dan kekayaan dalam suatu masyarakat pada suatu basis yang teratur. Redistribusi terjadi ketika arus output dibangkitkan kearah penambahan stok kekayaan, seperti produksi pertanian yang baru, dan lain-lain. Artinya, zakat yang dilakukan adalah zakat produktif. Zakat juga merupakan institusi yang melakukan redistribusi pendapatan dan kekayaan pada basis tahunan. Oleh karena itu, zakat harus habis setiap tahun, karena pada tahun berikutnya dapat mengumpulkan zakat kembali. Sementara infaq dan sedekah, sangat diperlukan untuk crash program penanggulangan kelaparan, bencana, dan lain-lain. Artinya, infaq dan sedekah ditujukan untuk konsumsi. Di lain pihak, waqaf akan mendorong pembangunan ekonomi, khususnya infrastruktur. Waqaf tidak boleh berkurang, harus bertambah, dan tambahannya diperuntukkan bagi orang miskin, anak anak yatim, dan lain lain yang memerlukan. Waqaf adalah instrumen keuangan ciptaan Allah untuk menjamin terjadinya sustainability.
- Mengusahakan secara gradual untuk menghapus system bunga dalam ekonomi. Penghapusan system bunga (interest), akan mengurangi kerasnya supply constraints. Oleh karena itu, harus ada political will dari pemerintah untuk mengakselesari pertumbuhan Islamic Financing, termasuk bank, asuransi, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan syariah lainnya. Pertumbuhan Islamic financing yang masif, menurut penelitian Tanjung 2012, akan membuat ekonomi stabil, baik secara statis maupun dinamis, secara jangka pendek maupun jangka panjang. Itulah salah satu dari dua hal yang ingin dicapai oleh pemerintah, yaitu kestabilan ekonomi, disamping kestabilan politik.
- Mendorong ekonomi sektor riel. Sektor riel khususnya ekspor impor harus mendapat perhatian yang serius. Ekspor harus dijaga agar lebih besar daripada impor. Untuk Indonesia yang kaya sumberdaya alamnya, maka ekspor dapat ditingkatkan pada produk pertanian, perikanan dan kehutanan.
Aggregate saving dan investment
Untuk mendorong iklim usaha yang baik, perlu meningkatkan aggregate saving dan aggregate investment. Untuk mewujudkannya, maka ada beberapa catatan yang mesti dilakukan. Pertama, secara universal penting sekali diterima dan dipahami bahwa agregat saving adalah fungsi dari agregat income. Artinya, semakin tinggi pendapatan, dengan asumsi konsumsi tetap (cateris paribus), maka saving akan meningkat. Ingat, Y = C+S, dimana Y adalah Income, C adalah Consumption dan S adalah Saving. Sehingga untuk meningkatkan saving, maka pendapatan masyarakat harus ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan secara makro, diantaranya dengan menjaga nilai kestabilan mata uang.
Kedua, agregat investment dibatasi oleh tingkat suku bunga. Artinya, ketika bunga tinggi, maka investasi rendah. Oleh karena itu, untuk mendukung iklim investasi, maka suku bunga dijaga rendah, atau minimal tidak terlalu tinggi. Sementara itu, dalam ketiadaan system bunga dan dengan intermediasi lembaga keuangan pada basis profit sharing , maka ekonomi Islam akan menghasilkan lingkungan yang lebih kondusif untuk menabung (saving) dan berinvestasi (investment).
Dalam hal mengurangi kemiskinan, Islam mengangkat harkat orang miskin dan fakir pada kondisi yang lebih baik, dengan hak-hak yang benar. Melalui amil zakat, harga diri mustahik (penerima zakat) terpelihara, karena mustahik tidak tahu siapa yang muzakkinya. Sebab, jika penerima bantuan mengetahui siapa yang membantunya, maka dihadapan yang membantunya, ia akan rendah diri. Lewat manajemen zakat yang dikelola amil, harga diri mustahik dipelihara dan dijaga. Inilah filosofi dibalik zakat. Zakat harta merupakan instrument praktis yang diatur oleh Islam untuk memperbaiki distribusi kekayaan dalam ekonomi dan untuk menghilangkan ketidakadilan ekonomi.
Oleh karena itu, tugas terberat dari presiden dan wakil presiden yang memegang amanah sebagai pemimpin Negara, adalah bagaimana menggerakkan 3 pilar ekonomi Islam diatas, yaitu: Zakat Infaq sedekah waqaf (ziswaf), lembaga keuangan bebas bunga dan ekonomi sektor riel (ekspor-impor).
[1] Doktor ekonomi Islam lulusan Internasional Islamic University, Islamabad dan Ketua Dewan Pengawas Syariah koperasi syariah Benteng Mikro Indonesia (BMI).
Diterbitkan : https://majalahpeluang.com/government-driven-dan-ekonomi-islam/