Sektor Riil menjadi topik utama BSI Global Islamic Finance Summit 2023 yang diselenggarakan di The Ritz Carlton Pacific Place Jakarta, 15-16 Februari 2023. Bertemakan “Islamic Finance for Real Sector Development”, Bank Syariah Indonesia (BSI) ingin mengusung bahwa keuangan Syariah memiliki korelasi yang kuat dengan sektor riil.  

BSI sebagai bank Syariah terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu bank Syariah terbesar di dunia, memiliki tanggung jawab untuk menguatkan sektor riil dalam ekonomi.  Tidak berlebihan jika dikatakan demikian, karena salah satu pilar dari tiga ekonomi islam adalah sektor riil.  Dua pilar lainnya adalah Lembaga keuangan bebas riba, dan ZISWAF (zakat, infaq, sedekah dan Wakaf).  Untuk mensinergikan antara ZISWAF dan perbankan Syariah, maka BSI membentuk satu organ dalam organisasinya yang bernama “Islamic Ecosystem”.  Tidak hanya dengan ziswaf, juga dengan Lembaga Pendidikan seperti pesantren dan juga dengan industri halal.

Pesan tiga pilar ekonomi Islam ini, terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah [2]: 275-277:   

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (275). Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa (276). Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati (277).

Ketika menafsirkan tiga ayat ini, Buya Hamka menulis dalam tafsir Al Azhar nya, bahwa tidak sama antara sektor riil (berdagang) dengan riba.  Namun, orang pemakan riba, mengatakan sama, yaitu sama-sama cari untung.  Kenapa mereka katakan sama? Karena mereka hendak membela pendiriannya menernakkan uang.  Padahal itu sungguh jauh berbeda.  Buya Hamka menulis “Keadaannya jauh berbeda.  Berdagang adalah si saudagar menyediakan barang, kadang kadang didatangkannya dari tempat lain, si pembeli ada uang membeli barang itu. Harganya sepuluh rupiah, dijualnya sebelas rupiah. Yang menjual mendapat untung, sedangkan yang membelinya dapat untung pula karena yang diperlukannya telah didapatnya.  Keduanya sama sama dilepaskan keperluannya.  Itu sebabnya dia dihalalkan Allah.  Bagaimana dia diserupakan dengan mencari keuntungan secara riba?  Padahal dengan riba, yang berutang dianiaya, diisap kekayaannya, dan yang berpiutang hidup bersenang senang, goyang kaki dari hasil ternak uang?” (Tafsir AL-Azhar, jilid 1 hal. 550-551)

Ibn Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri dari kuburan mereka pada hari kiamat kelak, kecuali seperti berdirinya orang gila pada saat mengamuk dan kerasukan setan.  Bahkan Ibn Abbas mengatakan: “Pemakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan seperti orang gila yang tercekik” (Tafsir Ibn Katsir, jilid 1 hal. 695).  Diperkuat pula oleh Imam Ali As Shobuni dalam kitab tafsirnya ‘Shofwatut Tafasir’ menjelaskan ayat di atas dengan mengatakan bahwa pekerjaan memakan riba adalah pekerjaan kaum kafir (Shofwaatut Tafasir, jilid 1 hal. 170).

Berkaca pada penafsiran di atas, maka sektor keuangan Islam sudah sepatutnya fokus pada investasi yang menggerakkan sektor riil. Hal ini juga dikemukakan oleh wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada acara tersebut, bahwa ke depan, peran bank Syariah sangat diperlukan untuk pembiayaan proyek sektor riil jangka Panjang. Beliau mencontohkan, untuk pembiayaan jalan tol, tidak cocok dengan pembiayaan bank konvensional. Yang lebih cocok adalah pembiayaan Syariah. Untuk itu, peran bank Syariah untuk membangkitkan sektor riil jangka Panjang ini sangat dinantikan. Berikut pernyataan beliau dalam acara pembukaan global summit tersebut :

“…Bahwa sebenarnya untuk pembangunan jangka Panjang di Indonesia, infrastruktur, pertambangan, khususnya sektor yang membutuhkan pembiayaan dengan struktur jangka panjang yang pembayarannya dengan interest yang specific, sebenarnya, struktur Syariah adalah yang terbaik, Cuma memang selama ini kita belum terlalu mendalami bagaimana men structure pola operasi satu perusahaan atau satu asset, jalan tol, pembangkit listrik, dan sebagainya untuk bisa meng-capture secara tepat flow daripada revenue nya dan itu merupakan satu model yang Syariah compliance. Kalau kita terbiasa di konvensional bank, kita terbiasa dengan pola pembayaran amortisasi yang standar, dengan jangka waktu yang pendek, sementara di Syariah bank, pola pembayaran dan pola maturisasi aset ini mesti mengikuti kondisi yang rielnya.

Oleh karena itu, aset-aset yang membutuhkan maturity jangka panjang seperti jalan tol, property, pembangkit listrik, sebenarnya sangat cocok untuk di finance dengan model Syariah compliance. Yang menjadi isu adalah bagaimana kita bisa memastikan asset liability management di bank Syariah bisa berjalan dengan baik, artinya harus ada liabilities yang juga di merge dengan asetnya, dan juga memastikan bahwa secara prinsip, syariahnya tetap terjaga. Di negara, kita tahu, kita sudah berinovasi dengan SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional), yang saat ini telah berinvestasi langsung kepada aset-aset riil. Kita jujur mengalami tantangan di BUMN dalam melakukan pembiayaan jalan tol, kereta api, property dan sebagainya yang memang tidak cocok dibiayai dengan struktur normal yang ada di bank konvensional.  Ini saya rasa bisa menjadi breakthrough, apalagi nanti kalau nanti bank Syariah bisa mendapatkan pool dana dari global, dimana kita punya sumber dana pembiayaan baru untuk aset- aset yang memang membutuhkan maturity dan struktur pembiayaan yang spesifik”.   

Dari pernyataan wakil Menteri BUMN tersebut, maka diperlukan usulan dari dewan pakar masyarakat ekonomi Syariah (MES) untuk menjawab tantangan tersebut, apalagi mengingat ketua masyarakat ekonomi Syariah saat ini dijabat oleh Menteri BUMN.  Sebagai salah satu anggota dewan pakar MES, penulis memberi usulan untuk menggerakkan pembiayaan yang memang strukturnya jangka panjang tersebut adalah: Wakaf.

Usulan

Salah satu poin penting dalam Undang undang no 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) adalah dibolehkannya bank Syariah menjadi nazhir wakaf.  Pada Pasal 4 ayat (3) tentang perbankan Syariah disebutkan bahwa : “Bank syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menjadi pengelola wakaf/nazir, dan/atau menyalurkannya melalui pengelola wakaf/nazir, sesuai dengan kehendak pemberi wakaf/wakif”.

Tentunya ini membawa konsekuensi yang luar biasa di bidang sektor keuangan Syariah.  Bank Syariah yang selama ini hanya bergerak di bidang commercial finance, kini dibolehkan mengelola social finance. Tidak hanya wakaf, bank Syariah juga dapat mengelola zakat, infaq, sedekah, hibah dan dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat (pasal 4 ayat 2). 

Dibolehkannya bank Syariah menjadi nazir memiliki dampak yang dahsyat dalam pengembangan harta benda wakaf, khususnya wakaf uang.  Jika selama ini, bank Syariah hanya mengumpulkan wakaf uang saja, maka, sekarang menjadi pengelola wakaf.  Wakaf ini sangat cocok untuk mengembangkan sektor riil dalam jangka panjang. Karena sifat wakaf adalah jangka panjang, maka bank Syariah dapat mengumpulkan wakaf melalui uang untuk membangun jalan tol dan pembangkit listrik. Ada dua keuntungan yang diperoleh. Pertama, BUMN tidak perlu mengembalikan dana wakaf melalui uang tersebut.  Kedua, jalan tol dan listrik bisa dibuat murah.  Inilah yang membuat keuangan Syariah memiliki keterkaitan dengan sektor riil yang sangat kuat. Jadi, untuk mengembangkan sektor riil, tidak bisa hanya dengan mengandalkan commercial finance, namun juga social finance. Semoga Indonesia bisa mewujudkannya, Amin.   

Penulis adalah Wakil Direktur Pascasarjana UIKA Bogor, Anggota Badan Wakaf Indonesia dan Ketua Pengawas Syariah Koperasi BMI.

Penulis : H Hendri Tanjung, Ph.D

Diterbitkan : Majalah Peluang

One thought on “Keuangan Syariah dan Sektor Riil”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *