Bagaimana respon Anda, jika pembaca diberitahu bahwa seorang agen asuransi non muslim berhasil menjual produk asuransi syariah lebih banyak dari asuransi konvensional?  Mungkin respon yang terjadi adalah sebuah pertanyaan “Lho, koq Bisa?”, “Bagaimana caranya?”, “Pendekatan apa yang dia lakukan”dan sederetan pertanyaan lain yang muncul. 

Itulah yang memang benar-benar terjadi.  Di Medan, ada seorang agen asuransi non muslim yang berhasil menjual produk asuransi syariah sebanyak 60 persen dari produk yang berhasil dijualnya.  Hanya 40% produk konvensional.  Ketika ditanya, bagaimana caranya, beliau menjawab bahwa buat dulu klien kita butuh dengan produk asuransi.  Yakinkan dulu bahwa customer kita memerlukan asuransi atau perlindungan atau proteksi dalam hidupnya.  Setelah dia merasa perlu, barulah ditawarkan produk syariah dan produk konvensional dengan masing-masing karakteristiknya.  Ternyata, setelah mendapat penjelasan yang cukup, kebanyakan memilih untuk membeli produk syariah.  Apakah ini memberikan kesimpulan bahwa syariah lebih menguntungkan?  Mari kita lihat karakteristiknya. 

Asuransi syariah adalah asuransi yang menghilangkan unsur riba, gharar dan maisir (gambling) dalam transaksinya.  Riba adalah tambahan dari setiap pinjaman hutang yang diberikan yang dipersyaratkan di depan, atau jika terjadi perpanjangan jatuh tempo.  Riba asuransi konvensional terletak di keuntungan investasi yang diperoleh dari suku bunga. 

Gharar adalah setiap transaksi yang hasilnya tersembunyi.  Dengan kata lain, akibat dari transaksi tidak satupun yang tahu.  Gharar asuransi konvensional terletak di layanan jaminan yang dijanjikan kepada nasabah hanya diberikan jika kejadian yang sesuai dengan syarat dan ketentuan yang terdapat di dalam polis muncul.  Cara kerja gharar yang digunakan, terkait dana investasi yang disimpan di pasar modal. 

Maisir adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi.  Maisir asuransi konvensional terletak di keuntungan yang diperoleh perusahaan ditentukan oleh kemungkinan klaim yang akan muncul dari pihak nasabah. 

Oleh karena itu, dicarilah jalan keluar untuk menghilangkan riba, gharar dan  maisir tersebut dengan menggunakan 2 akad, yaitu akad tabaaru’ dan akad investasi.  Jadi, kontribusi premi yang dibayarkan akan dimasukkan ke dalam 2 pos: pertama, pos tabarru’ yaitu pos dana kebajikan dimana kalau ada klaim, dari pos inilah dibayarkan.  Pos ini mirip dengan serikat tolong menolong di masyarakat, kalau ada yang sakit, maka anggota serikat lain yang urunan membantunya.  Kedua, pos investasi, dimana dana ini nanti akan diinvestasikan ke beberapa tempat yang halal secara syariah.  Keuntungan dari investasi ini akan dibagi-hasilkan antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis. 

Dengan menggunakan akad tabarru’ dan investasi ini, riba, gharar dan maisir dapat dihilangkan.  Riba dihilangkan dengan mengganti investasi suku bunga dengan Sukuk.  Gharar dihilangkan dengan mengembalikan bagian kontribusi nasabah yang diperuntukkan sebagai dana tabarru’ dengan akad wakalah bil ujroh (surplus sharing). Maisir dihilangkan dengan membatasi investasi di pasar sekunder hanya terbatas pada investasi dengan menggunakan akad future contract (Istisna dan Salam).

Tidak satu cara yang digunakan untuk menghilangkan unsur riba, maisir dan gharar dalam akad asuransi ini.  Di Sudan, dipakai akad tabarru’ dan mudharabah untuk asuransi syariah yang disebut akad takaful berdasarkan prinsip mudarabah.  Di Malaysia, dipakai akad tabarru’ dan wakalah untuk asuransi syariah yang disebut akad takaful berdasarkan prinsip wakalah.  Di Pakistan dan Afrika Selatan, dipakai akad Tabarru’, waqf dan wakalah, yang disebut akad takaful berdasarkan prinsip waqf-wakalah.  Hal ini menunjukkan banyak akad yang dapat diterapkan untuk mencari jalan keluar dari riba, gharar dan maisir.     

Jadi, semangat asuransi ini adalah semangat syariah untuk menolong orang lain dengan cara memproteksi ahli warisnya apabila seseorang meninggal dunia.  Namun, semangat saja belum cukup untuk mengatakan bahwa asuransi sudah sesuai syariah.  Akad-akadnyapun harus diperiksa, apakah sudah sesuai dengan syariah atau tidak. 

Analog dengan ini adalah koperasi.  Semangat koperasi sudah sesuai syariah, yaitu untuk menolong anggota koperasi.  Namun semangat ini saja belum cukup untuk mengatakan bahwa system koperasi sudah syariah.  Harus diperiksa akad-akad yang dipakai di koperasi, apabila terdapat unsur riba, maka harus dihilangkan ribanya.  Misalnya, akad pinjam meminjam di koperasi dengan system bunga.  Ini jelas riba yang harus dihilangkan.  Jalan keluarnya adalah dengan mengganti akad riba tersebut dengan akad jual beli (murabahah) atau bagi hasil (mudharabah).  Di samping itu, koperasi syariah juga dapat mengelola zakat infaq sedekah dan wakaf.  Sehingga koperasi syariah memiliki lembaga khusus yang mengelola zakat infaq dan sedekah, yang harus mendapat zin dari BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan lembaga khusus yang mengelola wakaf, yang harus mendapat izin dari BWI (Badan Wakaf Indonesia). Sehingga, menurut hemat penulis, prinsip syariah ini harus masuk ke dalam Undang Undang Koperasi. 

Kembali ke agen asuransi non muslim yang mampu menjual produk syariah lebih banyak daripada produk konvensional, salah satu alasannya adalah karena klien tertarik dengan pembagian surplus underwriting, yang tidak berlaku di asuransi konvensional.  Alasan lain, terdapat wakaf manfaat asuransi. Misalnya, jika pemegang polis meninggal dunia  dan mendapatkan klaim satu milyar rupiah, maka 300 juta rupiah menjadi wakafnya dan 700 juta rupiah milik ahli waris. 

Aa Gym mengatakan bahwa wakaf adalah amalan orang cerdas.  Dalam hadits riwayat Ibnu Majah, “Wahai Rasulullah, orang mukmin apakah yang paling utama?”  Beliau menjawab : “Orang yang paling baik akhlaqnya”. Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling cerdas?”.  Beliau menjawab: “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati.  Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas”. 

Hadits riwayat Muslim mengatakan “Ketika anak Adam meninggal dunia, terputuslah semua amalnya kecuali 3 hal: Sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh”. 

Sehinga, orang pasti berwakaf untuk mempersiapkan kematiannya.  Dengan menggunakan kaidah silogisme, maka :

Premis 1: Orang cerdas adalah orang yang selalu ingat pada kematian.

Premis 2: Orang yang selalu ingat kematian pasti mempersiapkan kematian itu sendiri.

Premis 3: Orang yang mempersiapkan kematian, pasti berwakaf.

Konklusi: Orang cerdas pasti berwakaf.

Asuransi syariah memberikan kesempatan pemegang polis untuk beramal sebagai simpanan akherat.  Dengan kata lain, asuransi syariah lebih menguntungkan daripada asuransi konvensional, tidak hanya keuntungan dunia, tapi juga keuntungan akherat.  Dengan analogi yang sama, koperasi syariah lebih menguntungkan secara dunia karena akad bagi hasil yang diterapkan dan menguntungkan secara akherat karena  dapat mengelola zakat, infaq, sedekah dan wakaf yang tidak dapat dikelola oleh koperasi biasa.  Koperasi syariah memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk beramal sebagai tabungan akherat.  Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa syariah akan lebih menguntungkan dunia dan akherat, dan ini merupakan salah satu ajaran ekonomi syariah: Keuntungan dunia dan akherat.    

Kembali kepada asuransi syariah yang menguntungkan baik dunia dan akherat, maka apakah pembaca keberatan kalau penulis mengatakan bahwa asuransi syariah dengan wakaf manfaatnya adalah proteksi dunia akherat?  

Penulis : H Hendri Tanjung, Ph.D

Angota Badan Wakaf Indonesia (BWI), Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor, dan ketua pengawas syariah Kopsyah Benteng Mikro Indonesia (BMI).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *